12. Filler: Memulai Hari

3.1K 732 86
                                    

Rein tidak pernah suka ruang baru yang ngebuat dia mesti beradaptasi lebih, nggak pernah suka perasaan asing saat dia ngebuka mata dan nemuin banyak hal berbeda dari tempat di mana dia biasa bangun dan beraktivitas. Makanya, di malam pertama nginap pas KKN ini, Rein cuma bisa natap langit-langit kamar dengan mata kosong, dengerin suara hewan malam yang bersahutan di luar sana, dengerin dengkuran halus Yara yang berbagi kasur sama dia, ngeliatin gimana Nana udah meluk Hestia di kasur lain yang mereka pasang tadi.

Matanya agak menyipit pas buka kunci ponsel buat liat jam, pukul tiga dinihari, masih terlalu larut untuk memulai hari ini.

"Hadeeeh."

Nggak punya pilihan selain nyibukin diri sendiri, Rein mulai ngebuka banyak aplikasi yang ada di ponselnya, baca thread au di twitter, baca quora, baca sambatan temennya di grup, ngebuka chat keluarga, tapi nggak ada yang menarik, bukannya ngantuk dia malah tambah seger.

Selimut dibuang jauh, kakinya sedikit berjengit saat nginjak lantai kayu yang dingin, malam di kaki gunung emang selalu gigil, beda sama siangnya yang agak lembab dan panas.

Pas ngebuka pintu, dia bisa liat keempat cowok yang tidur goleran di depan kamar udah menjelajah alam mimpinya masing-masing, Luca di paling ujung, meluk boneka punya Hestia yang tadi jadi rebutan, Jeno sama Dareen di tengah sementara Mars di dekat dinding sebelum tangga, mereka terlelap karena kecapean. Emang cuma Rein doang yang masih belum bisa menikmati alam kantuk.

"Nana naro susu di mana ya ..." cahaya dari kulkas jadi satu-satunya penerang, Rein berjongkok, nyari susu full cream yang mereka sempat beli kemarin, mungkin abis minum susu, dia bisa tidur segera karena nanti pagi mereka punya agenda yang cukup padat.

"Di lemari gantung."

"ANJIR!"

Luca duduk di anak tangga paling atas, bergelung dalam sarung yang membungkus tubuhnya.

"Sejak kapan lu di situ? Ngagetin aja sih."

"Dari pas lo turun tangga."

"Kok nggak tidur lagi aja?"

"Telinga gue sensitif, denger suara dikit aja pasti kebangun."

Rein ngambil gelas dan mencucinya di wastafel sebelum menuang susu putih ke sana, "Mau?" tawarnya pada laki-laki yang masih nyenderin kepala ke dinding dengan rambut berantakan.

"Nggak, nggak suka yang putih, enakan indomilk pisang."

"Terserah lu aja deh."

Dia milih buat duduk di meja makan, memainkan ponsel dengan canggung, soalnya sama Luca nggak kenal-kenal banget, ya paling dulu ikut UDC bareng abis itu nggak ada kontak lagi, makanya bingung mau ngebahas apa.

"Yang lain masih pada tidur, abis ini lu lanjut aja biar besok nggak ngantuk."

"Hemm, iya kalo bisa."

"Kenapa nggak bisa emang?" kening Luca mengerut, udah cukup ngantuk tapi ninggalin Rein sendirian juga bukan opsi yang tepat.

"Gue susah tidur kalo di tempat baru."

"Oalah ... terus ngatasinnya gimana?"

"Ya nanti juga terbiasa sih, don't worry."

Abis itu hening lagi. Luca ngelirik Rein yang masih mainin ponsel, susu digelasnya tinggal setengah, mungkin sekitar lima menit lagi perempuan itu selesai dan dia bisa balik tidur.

"Eh Re, gue penasaran banget tapi gue takut cross the line."

"Nanya aja, kalo gue ngerasa itu kelewatan, ntar nggak gue jawab."

unsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang