24. Welcome Back, Mars

2.9K 710 230
                                    

Kaki gunung masih berkabut, matahari masih menyinari bagian bumi lain saat Jeno bangun dari lelap, melempar selimut ke samping, menggeser tubuh Dery agar bisa bangkit dan mencuci mukanya segera.

Dingin yang menusuk kaki telanjangnya membuat kulit sedikit berjengit, agak menyesal nggak pakai sendal terlebih dulu. Salah satu hal yang paling dia suka dan tidak sukai dari desa ini adalah airnya.

Di pagi kayak sekarang, air yang bersumber langsung dari pegunungan itu terasa seperti es yang membekukan wajah. Tapi, di siang hari, saat semua aktivitas selesai dan bersiap untuk menyegarkan pikiran, air dingin adalah pilihan tepat.

Pukul enam pagi, Jeno sudah duduk di serambi depan dengan training hitam yang membalut kakinya dan kaos putih dilapis jaket dengan tulisan Teknik Neo di punggung.

"Aku masih ngantuuuuk."

Nana akhirnya keluar, rambutnya yang berantakan dicepol ke atas, menyisakan anak rambut yang membingkai wajah, mata gadis itu terlihat sembab meski tidak terlalu kentara karena kacamata bulat Rein yang dia pinjam.

"Berangkat sekarang nggak?"

"Iya ntar kesiangan."

Jaket Nana lebih besar dari ukuran tubuhnyam menenggelamkan tangan dan bahunya, membungkus begitu hangat untuk menghindari dingin yang menusuk.

Banyak warga yang sudah memulai hari, beberapa menyapa, beberapa lagi tersenyum. Nana suka, sangat suka suasana seperti ini, di mana semua orang saling mengenal tanpa ada sekat, di mana semua orang hidup dengan baik tanpa sifat individualis.

Jeno berjalan pelan, membiarkan Nana menikmati pemandangan kuning keemasan yang mulai terlihat dari ufuk timur, gadis itu memejamkan mata, bersyukur karena hari ini masih diberi hidup.

"Sun kiss." gumamnya pelan saat cahaya matahari menyentuh pipinya dengan lembut.

"Kirain Jen kiss."

"Aduh, nyebut Jen. Masih pagi."

Gadis itu melangkah cepat, membuat Jeno sedikit berlari untuk menyusulnya, mengambil tempat di sebelah Nalini agar langkahnya nggak meleng kiri-kanan.

"Lo mau beli apa?"

"Kangkung, gue mau bikin tumis kangkung. Terus, pengen beli tahu tempe, ikan sama ceker soalnya Dery pengen seblak."

Kendaraan sudah ramai berlalu lalang, Jeno menggenggam tangannya saat akan menyebrang, melompati jalanan becek yang berembun dengan hati-hati.

"Jadi ... kemana dulu?"

Nalini melompat ceria, mulai menyusuri kios yang sudah ramai.

***

"Bener mau bawa ini aja? Nggak mau nambah lagi? Temen kamu banyak loh?"

Mars menggeleng kecil, menatap tumpukan kardus yang udah ditata sedemikian rupa di bagasi belakang Discovery ayahnya.

"Itu aja udah cukup kok, Ma."

Pintu belakang mobil dibuka pelan, Mars melompat ke atas, disambut senyum seorang gadis yang udah lebih dulu duduk di sana.

"Nanti pulangnya berdua supir aja loh."

"Iya nggak apa-apa!"

Ibu Bellanca dan Bapak William melambai dari teras saat mobil keluar dari halaman luas yang dihiasi berbagai jenis bunga-bunga segar, memberi doa agar putra mereka baik-baik aja dan nggak terjadi hal yang tidak diinginkan seperti kemarin.

***

Jeno kayaknya harus belajar dari pengalaman sebelumnya saat berbelanja dengan Nalini dan gadis itu berhenti bermenit-menit di depan rak karena kebingungan memilih sesuatu.

unsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang