Dua puluh dalapan

160 38 7
                                    

Hai semua?
Berhubung hari ini masih awal bulan Ramadhan
Saya cuma ingin mengucapkan
Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankan, semoga segala keberkahan tercurah limpah untuk kita semua
Saya juga ingin minta maaf bila ada kesalahan yang menyinggung hati para reader disini lewat tulisan saya
Btw, semangat puasanya!
And Happy Reading ayang!
.
_•°_•°_•°_•°_

_•°_•°_•°_•°_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sial. Perempuan dengan leather jacket berwarna hitam itu terdengar mengumpat pelan sesekali. Malam ini harusnya dia tidak usah memikirkan hal lain lagi, selain event besar yang harus ia menangkan tanpa cela.

Tapi masalahnya, sepulang dari dago dan mengobrol dengan Karina. Beberapa kalimat gadis tinggi itu terus terngiang di kepalanya.

Ryuana menghela lalu kembali bersiap untuk turun ke event. Sebentar lagi gilirannya dan dia tidak ingin disangka kabur juga di diskualifikasi.

Rambut yang sedikit memanjang dari biasanya ia ikat dengan asal. Tak lupa tali sepatu yang dia ikat dua kali agar tak terjatuh. Lalu saat menarik resleting hingga batas dada, sesuatu menahannya dan membuat Ryuana mengernyit bingung.

Set!

Ryuana terkekeh pelan, ternyata bandul kalung miliknya tersangkut pada resleting jaket yang ia kenakan.

"Kalau lo mau moveon tinggal inget aja, Istiqlal emang bersebrangan sama Katedral. Tapi lo liatkan? Mereka ga akan pernah bisa merayakan hari suci bersamaan"

Deg

"Karna apa? Ya karna mereka beda, Prima. Sama kaya lo dan Jean"

Luntur sudah senyumnya. Terganti dengan ringisan pelan penuh kekhawatiran akan banyak hal. Benar, apa yang bisa diharapkan soal masa depan ia dengan Jean. Kalau dirinya sendiri sudah tahu, usaha apapun yang mereka lakukan tidak akan merubah kenyataan yang ada.

"Coba buka hati buat orang disekitar lo. Dan biarin Jean mikirin masa depan nya tanpa bayangan lo"

Apa benar Jean juga menganggapnya demikian? Menganggapnya sebagai bayangan yang menghalangi masa depan lelaki itu, Iya kah?

"Anjing lah"umpatnya dengan tangan yang sibuk memijat pelipisnya. Entah kenapa dia mendadak merasa pusing dan mual karna memikirkan hal itu

"Ryu, u okay?"Rendi menghampiri Ryuana yang terlihat sedikit pucat. Gadis itu terlihat tidak jauh lebih baik dari saat dia menjemputnya di cafe

"Kalau lo ngerasa ga enak badan jangan dipaksain"

"Gue gapapa. Cuma nervous aja, mungkin?"

"Ga biasanya"

"Eh, teu percayaan pisan"

"Serius. Mending bayar penalti deh daripada lo kenapa napa"ucap Rendi sungguh-sungguh

Bandung & JeanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang