35. Last Day 🔞

125K 2.5K 94
                                    

JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, FOLLOW !!!

470votes baru update yah!!!
.
.
.
.
.
.
.
.

Satu hari lagi. Iya, satu hari lagi. Setelah itu, gue akan berhenti menjadi sugar baby dari seorang Johnny Suherman. Batin gue menjerit tidak rela. Gue masih mau sama-sama dengan pria tersebut. Gue cinta sama dia. Namun, sebuah quotes lama terlintas di benak gue. Cinta nggak harus memiliki, cinta bukan berarti harus bersama.

"Kenapa sih?" Gue menatap nanar pada pantulan diri sendiri di cermin. Kasihan sekali gadis di cermin itu. Cintanya bertepuk sebelah tangan.

"Baby.." buru-buru gue mengubah ekspresi wajah gue saat mendengar suara Om Johnny yang kian mendekat.

"Sayang.." tangannya melingkar di pinggang gue. Bahu gue menjadi tempat dagunya bersandar. Pantulan diri kami terlihat di cermin. Rasanya miris sekali melihat pantulan itu. "Hari ini nggak usah ke kampus aja yah?" Pikirnya.

"Janganlah. Hari ini aku ada kuis." Bantah gue.

"Hm.. tapi aku masih mau sama kamu." Ia berbicara pelan sambil memajamkan matanya.

"Pulang kampus kan masih bisa."

"Pulang kampus aku harus balik ke rumah." Ada bagian dalam hati gue yang terasa seperti dicubit. Kalau boleh gue menebak, maka tebakan gue adalah dia harus balik ke rumah untuk membahas soal pernikahannya dengan Zifra. Ingin sekali gue berteriak memintanya untuk tidak pergi. Waktu kita semakin menipis, gue masih mau menghabiskan waktu dengannya.

"Aku usahain biar bisa pulang ke sini yah."

Pulang? Dengan menggunakan kata 'pulang', gue merasa bahwa gue adalah rumahnya. Padahal kenyataan tidak seperti itu. Kata 'pulang' tidak tepat untuk ia gunakan. Mungkin kata'singgah' adalah kata yang tepat. Mengingat gue hanya menjadi tempatnya menetap untuk sementara.

"Hm.." apa yang gue pikirkan hanya terlintas dalam benak saja. Bibir gue tidak berani untuk mengucapkannya.

"Kita main bentar yah?" Terdengar seperti sebuah permintaan. Nyatanya itu adalah perintah. Sebab itu nggak punya kuasa untuk menolak.

Tangan Om Johnny membuka kancing kemejanya yang gue pakai. Di baliknya gue tidak menggunakan apapun. Sehingga tubuh telanjang gue langsung terpantul di cermin. Kedua tangan Om Johnny memegang kedua payudara gue.

"Sayang coba lihat.." ia berbicara dengan menatap pantulan diri gue di cermin. "Lihat dada kamu." Gue mengikuti arah pandangnya. Lewat pantulan cermin itu, gue melihat kedua payudara gue ada di dalam genggaman tangannya. "Tambah besar kan?" Sebenarnya gue agak malu untuk melihat dada gue dalam posisi seperti ini. Namun, karena itu adalah perintah sugar daddy, maka gue pun melihatnya. Kalau diperhatikan, memang sih, ukuran payudara gue lebih besar dari sebelumnya.

"Ah, pantas saja beberapa bra aku ada yang nggak bisa dikancing lagi," gue baru sadar akan hal itu.

"Ckckck.." pria yang tengah memegang payudara gue tertawa kecil. "Berarti emang tambah gede yah?"

"Iya deh," angguk gue dengan ragu-ragu. "Awas kalau bilang aku pakai krim-krim yah. Sumpah deh Sayang, aku sendiri juga nggak tau kenapa bisa tambah besar." Peringat gue sebelum dia mulai dengan tebakan asal-asalannya.

"Faktor pijatan tangan aku mungkin." Ucapnya sambil memijat lembut kedua payudara gue.

"Apaan deh Yang?" Gue memutar bola mata malas.

"What did you do?" Agak tersentak saat gue mendengar suaranya yang meninggi. "What?" Bingung gue.

"Did you rolling your eyes?" Oh, ternyata karena ulah gue sebelumnya, memutar bola mata malas padanya. Ide usil terlintas di benak gue. Secara sengaja gue memutar bola mata gue lagi. "Like that?"

My Lecturer My Sugar DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang