39. Pergi (ii)

48.4K 2.2K 74
                                    

JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, FOLLOW!!!

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1443 H teman-temanku yang merayakan.
Mohon Maaf Lahir dan Batin yaa 🙏
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Johnny's POV

Pagi-pagi sekali gue sudah balik ke apartement Shane. Setelah merenungkan semuanya, gue berpikir bahwa gue harus mempertahankan Shane hari ini. Perasaan yang gue miliki harus gue ungkapkan. Karena, dia adalah Shane Angelica Kurniawan, perempuan yang ingin gue perjuangkan.

Apartement terasa lebih sepi dari biasanya. Gue melangkah mencari keberadaan Shane. Yakin sekali gue kalau dia ada di kamar. Ini masih terlalu pagi dan dia pasti masih tidur.

Ketika naik ke ranjang, gue nggak merasa ada keberadaan Shane di sana. Perasaan gue mulai tidak enak. Apa mungki dia ada di kamar mandi? Maka, gue segera mengecek.

Kosong!

Shane tidak ada di kamar mandi. Seketika gue menjadi gusar. Tidak perlu waktu lama, gue segera mencari Shane di dalam apartement ini. Tanda-tanda keberadaannya nihil. Shane tidak ada. Perasaan takut sudah mulai merajelela batin gue. Apakah dia sudah pergi?

"Ah, tidak mungkin dia pergi." Gue menggelengkan kepala guna menyingkirkan segala pikiran buruk yang terlintas.

Dalam kepanikkan gue, gue mengecek wardrobe-nya. Kalau pakaian Shane masih ada, berarti dia tidak pergi. Palingan dia nginap di rumah Acha atau Reya.

"Hah..." jantung gue mencelos begitu saja saat tidak menemukan pakaian Shane. Langkah kaki gue semakin lebar ke arah meja riasnya. Tidak ada barang-barangnya juga, hanya tersisa milik gue.

"Shane..." gue panik sekaligus takut.

Dengan gusar gue meraih ponsel dan mencoba menghubunginya. "Ah, sial!" Gue merutuk kesal. Nomornya nggak aktif. Gue menyugar rambut ke kasar. Otak gue seolah buntu.

Seharusnya gue mendengar ucapan Jendral semalam. Seharusnya gue nggak mengikuti ego gue sendiri. Sial! Seharusnya semalam itu gue pulang!

Mau menyesal pun percuma. Shane sudah pergi. Hanya duduk dan meratapi apa yang sudah terjadi akan membuang-buang waktu. Justru gue harus mencari Shane dan menjelaskan semuanya.

Akses untuk bertemu Shane mungkin terlihat sukar. Yang bisa gue tuju adalah dua sahabatnya, Acha dan Reya. Sayangnya gue nggak punya nomor telepon mereka. Oleh sebab itu, mau nggak mau gue harus bertemu mereka di kampus.

•••

Manik legam gue langsung tertuju pada Acha dan Reya mulai dari masuk kelas. Sebagai seorang dosen harusnya gue mengajar sekarang, namun, alih-alih mengajar, gue justru hanya memberikan tugas.

"Acha, Reya, ikut saya ke ruangan!" Seluruh mata langsung mengarah pada gue, kemudian bergantian menatap dua pemilik nama yang baru disebut tadi. Mahasiswa di kelas tentu saja merasa heran. Tidak biasanya gue memanggil mereka berdua. Tentu saja mereka jadi bertanya-tanya.

Gue keluar ruangan dengan diikuti oleh Acha dan Reya. Keduanya terlihat malas sekali untuk mengikuti gue. Hal itu membuat gue semakin yakin kalau semalam Shane pasti menemui mereka dan sudah menceritakan semuanya. Itu berarti mereka berdua tau di mana Shane berada.

"Shane di mana?" Pertanyaan gue jatuh begitu saja ketika memasuki ruangan. Bahkan Reya belum menutup pintu sepenuhnya.

"Bapak serius nanyain Shane?" Acha bertanya dengan nada datar. Kentara sekali dia sedang kesal.

My Lecturer My Sugar DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang