• Ngidam (MLMSD Ekstra Bab) •

35.8K 793 24
                                    

JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, FOLLOW !!!!

!! WARNING 21+ !!
.
.
.
.
.
.
.
.

Belakangan ini gue merasa tubuh gue semakin membengkak. Perut gue semakin besar, pertanda Bayi sedang bertumbuh dalam diri gue. Rasanya sangat luar biasa. Setiap kali bercermin gue merasa takjub dengan perut gue. Apalagi saat Bayi menendang, gue sangat antusias. Anak gue aktif banget.

Acha dan Reya sering menanyakan kabar ponakan mereka. Kedua sahabat gue sangat tidak sabar bertemu dengan Bayi. Mereka bahkan memberikan rekomendasi nama yang bagus untuk anak gue. Ehm... ada rekomendasi nama yang lucu juga sih sebenarnya.

"Kenapa senyum-senyum Baby?" Suami gue yang baru saja selesai mandi masuk ke kamar. Rambutnya yang basah ia keringkan dengan handuk.

"Ini temen-temenku lagi usulin nama yang bagus buat Bayi." Jawab gue sambil memandu Om Johnny duduk di tepi ranjang sementara gue berdiri dihadapannya untuk mengambil alih tugas mengeringkan rambutnya.

"Emangnya mereka ngusulin nama apa buat anak kita?" Tanya Om Johnny sambil mengelus perut gue, sesekali ia mencium dengan penuh sayang.

"Masa Reya ngusulin nama Jamal sih." Adu gue.

Kening Om Johnny bertaut. "Heh, kok Jamal?" 

"Iya, soalnya nama Indonesia-nya Jaehyun NCT itu Jamal. Kata Reya biar anak kita, shining, shimerring, splendid." Jawab gue persis seperti yang utarakan Rey.

"Nggak usah nama Jamal, anak kita udah shining, shimerring, splendid karena bapaknya aja kayak gini." Seru Om Johnny dengan bangga. "Iya nggak Bayi?" Ia sedang berkomunikasi dengan anak kita. Ajaibnya, si Bayi menendang dengan kencang, seolah mengiyakan ucapan bapaknya. "Tuh, Bayi aja setuju." Pekik Om Johnny heboh.

"Hahaha.. iya Dad." Gue juga memekik heboh. "Dad, Bayi minta peluk," pinta gue dengan manja.

"Ini Bayi yang minta apa Baby sih?" Om Johnny malah menggoda gue. Meski begitu, ia tetap memeluk gue. 

"Om... jadi pengen bakso deh." Ucap gue tiba-tiba.

"Ngidam ya?" 

"Hu'um." Gue mengangguk. Tak pakai lama, demi istri dan anak, Om Johnny langsung mengajak kita keluar demi menuruti ngidam gue. 

"By the way ya Dad, aku ngindamnya bakso di Bandung." Ujar gue dengan polosnya saat kita sudah berada di dalam mobil. Sontak saja Om Johnny langsung menatap gue, seolah memastikan jika gue sedang tidak bercanda. "Bener Daddy, aku pengen bakso di daerah Dago. Bakso buatan Mang Ade, enaknya pake banget Daddy." Jelas gue. Dalam otak gue saat ini sedang membayangkan bakso tersebut. 

"Istriku, Bandung itu jauh. Kalau pergi sekarang, kita sampainya jam berapa, belum tentu juga bakso Mang Ade masih ada. Kalaupun masih ada, kita beli, kamu makan, terus kita baliknya jam berapa? Sampai sini jam berapa? Kamu nggak bisa istirahat, Baby." Kentara sekali jika Om Johnny berusaha menyusun kata-katanya agar tidak menyakiti hati gue. Dan seharusnya gue paham dengan hal itu. Akan tetapi, gue menolak untuk memahami. 

"Cinta nggak sih ke aku?" Ketus gue dengan wajah kesal.

"Shane, aku cinta sama kamu. Cinta bangettttt... sampai rasanya dadaku ini isinya kamu semua."

"Ih apaan?! Jijik banget deh." Gue langsung memutar bola mata malas. "Kalau isinya aku, masa minta bakso aja nggak dituruti. Bakso lho Dad. B-A-K-S-O Daddy. Harganya nggak sampai 20ribu lho Daddy!" Gue mendramatisir keadaan, membuat Om Johnny jadi pusing.

"Kalau baksonya ada di sini, ya nggak masalah Sayang."

"Lho, aku cuman minta bakso di Bandung lho, buka di Papua atau Maluku, Dad." Balas gue sewot.

My Lecturer My Sugar DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang