Waktu menunjukkan pukul 10 malam ketika Jingga berjalan-jalan di dalam ruang tunggu bandara Soekarno-Hatta. Ada saja camilan yang ia beli sambil menunggu pengumuman boarding pesawat. Malam hari membuat perut Jingga menagih minta diisi, ibarat hewan nocturnal yang mencari santapan.
Sesaat, netra Jingga menangkap objek —yang menurutnya—menarik. Dengan lincah, ia segera meraih kamera poket yang ada di tas dan mengabadikannya. Tak berapa lama, wanita itu mengipas-ngipasi kertas persegi mengkilap dan tersenyum melihat hasilnya.
"Selalu saja ada objek menarik," netranya mengikuti objek yang kini bergerak menjauh, "meski entah mengapa justru membuatku sedih."
Jingga kembali mencari Kalani. Pria aneh yang tingkah lakunya tidak bisa ditebak. Ia sedang duduk menjauh dari kerumunan orang, beralaskan sapu tangan, dan tidak tampak memasukkan makanan ataupun minuman ke dalam mulutnya.
Bahkan mereka dikawal petugas bandara ketika berjalan dari mobil menuju ruang tunggu. Hal itu dilakukan, agar Kalani tidak banyak bersinggungan dengan orang yang lain. Bahkan ia dengan mudahnya memasuki private lounge terminal bandara.
"Anda tidak lapar?" tanya Jingga pada Kalani yang sedari tadi diam mematung sambil membaca sebuah buku. Wanita itu sempat melirik buku yang dibaca oleh Kalani. Strawberry Generation, karya Rhenald Kasali. "Hey! Saya hanya bisa bahasa manusia. Anda manusia, bukan?"
Kalani melirik sekilas Jingga lalu kembali menekuni buku yang ia baca.
"Tidak seru!" celetuk Jingga yang kini mulai memakan sepotong roti.
"Jauh-jauh."
Jingga menghentikan kegiatannya. "Maksud Anda apa?"
"Jangan makan di sini."
"Terus, saya makan di mana?"
"Cari tempat lain."
Jingga mencebik. "Kenapa jadi ke Bern?"
"Survey rumah sakit."
"Baguslah."
Kalani menoleh pada Jingga, menuntut jawaban.
"Anda akan sibuk sendiri dengan survey itu, sementara saya bisa dengan tenang jalan-jalan di sana."
"Anda menemani saya."
"Sorry, silakan lakukan sendiri. Lagipula Anda sudah meminta saya untuk menjauh bukan?"
Kalani mendengkus. "Terserah."
Jingga mencari tempat duduk kosong yang jauh dari tempat Kalani. Rotinya sudah berpindah tempat ke dalam perut. Kini, ia melahap shawarma sambil memandangi lampu runaway bandara yang berkelap-kerlip.
Langit malam cerah tanpa awan. Sungguh malam yang indah untuk melakukan perjalanan. Ia jadi teringat akan kepergiannya ke Bern beberapa tahun yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Displacement [END]
Romance(SPIN OFF HIJRAHCCHIATO) Kembali ke negara asalnya tidak pernah ada dalam rencana Jingga. Setidaknya, sebelum ia bisa berdamai dengan keluarga besar sang ayah. Namun, permintaan seorang sahabat kala kuliah sulit untuk ditolak. Akan tetapi, keputusan...