(SPIN OFF HIJRAHCCHIATO)
Kembali ke negara asalnya tidak pernah ada dalam rencana Jingga. Setidaknya, sebelum ia bisa berdamai dengan keluarga besar sang ayah. Namun, permintaan seorang sahabat kala kuliah sulit untuk ditolak.
Akan tetapi, keputusan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jingga membolak-balikkan badannya di atas ranjang. Beberapa kali matanya dipejamkan, tetapi rasa kantuk itu tidak datang juga. Ia kemudian duduk bersandar pada tembok. Perasaannya tidak menentu. Terutama setelah ditegur Kalani.
"Jawab aku! Kamu kemana!"
"Ba-baru pulang. Dari rumah sakit."
"Jam dua belas malam!"
"None of your business, Kalani!"
Jingga menutup kedua mata dengan tangan setelah mengingat kejadian itu. Semestinya, ia bisa menjawab Kalani dengan tenang. Namun, bukan itu yang terjadi. Setelah berbincang singkat dengan Kalani, Jingga memilih untuk membalikkan badan dan berlalu menuju kamarnya.
Kalau diingat-ingat lagi, wajah Kalani agak pucat saat mereka bertatapan. Bahkan sorot matanya seolah memancarkan kekhawatiran sekaligus lega. Sempat terpikir oleh Jingga, kemungkinan kesehatan Kalani menurun. Namun, hal itu ditepis olehnya.
Jingga memilih untuk beranjak dari tempat tidur, mengenakan jilbab kaos, lalu keluar kamar. Cahaya lampu di ruang tengah masih tampak jelas. Dengan takut-takut Jingga melangkah dan mendapati Kalani masih berdiri menatap pemandangan di luar jendela. Pria itu menatap Jingga lewat pantulan jendela dengan tajam.
Jingga tersentak. "A-aku ... cuma mau minum."
Terburu-buru, Jingga mengambil air minum. Pandangan Kalani membuatnya serba salah. Setelah mengisi botol minum, Jingga segera bergegas kembali ke kamarnya.
"Maaf."
Jingga menghentikan langkah, lalu membalikkan badan. Kalani sudah berdiri di hadapannya. Tatapan tajam pria itu berubah sendu. "Kenapa?"
"Kamu, pasti punya alasan. Kenapa ... berbohong.
"Ah, itu ... tidak apa. Aku yang seharusnya minta maaf karena—"
"Aku mengkhawatirkanmu seharian." Kalani mendekati Jingga perlahan. "Kamu pergi pagi buta, di rumah sakit tidak tampak. Dihubungi tidak bisa. Aku ... kalau sampai terjadi sesuatu denganmu karena tadi malam—"
"Lupakan saja. Kamu juga pasti punya alasan kenapa menguntitku. Kamu, ke Amadeus malam itu, bukan?"
"Jangan pernah berbohong lagi. Dan jangan pernah bertemu dengan Kamandaka. Diluar rumah sakit."
"Tidak ada alasan untuk tidak—"
"Kamu suka dia?"
Jingga tertegun. "Kenapa kamu berpikiran seperti itu? Apa bertemu diluar jam kantor bisa diartikan ada perasaan diantara kami? Lalu, bagaimana dengan kita?"
"Jangan membandingkan sesuatu yang pada dasarnya tidak sama."
"Tidak sama bagaimana?"
"Kita menikah."
"Kontrak. Sebentar lagi berakhir 'kan?"
Kalani menatap lurus Jingga. "Karena itu, sebulan ini. Jangan membuatku mengkhawatirkanmu terus."