AXIS 36

1.5K 175 13
                                    


Jingga keluar ruang perawatan Tuan Kang diikuti oleh Raiden

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jingga keluar ruang perawatan Tuan Kang diikuti oleh Raiden. Sementara Kalani dan Mentari masih tertahan di dalam untuk menjelaskan prosedur pemulangan jenazah. Ingin rasanya Kalani menyerahkan tugas itu pada Mentari seorang, tetapi dokter kardiotorak itu selalu punya cara untuk menahannya.

"Jingga, lu gak apa-apa?"

"Ya. Kenapa?"

"Yakin? Soalnya—"

"Dokter Natalegawa?"

Langkah Jingga terhenti saat melihat dokter Park ada di hadapannya. "Iya, Dok. Ada yang bisa dibantu?"

"Ke ruanganku, bisa?"

Jingga mengangguk dan bergegas mengekori dokter Park. "Thanks," bisiknya.

Tidak berapa lama, mereka tiba di ruangan dokter Park. Jingga langsung duduk di sofa kecil, sementara dokter Park membawakan sebotol air mineral. Psikolog medis itu meneguknya hingga tandas.

"Aku menyelamatkanmu?"

Jingga tersenyum sekilas. "Bisa iya, bisa tidak. Tapi, secara garis besar, iya."

"Butuh waktu untuk sendiri? Aku bisa—"

"Tidak perlu, Dok. Aku baik-baik saja."

"Kamu yakin?"

Jingga mengangguk. "Bukan kali ini saja klienku ada yang meninggal. Lagipula kita tidak bisa mencegah kematian, bukan?"

Dokter Park duduk di hadapan Jingga. Salah satu kakinya, menumpang kaki yang lain. Sementara kedua telapak tangan menaut dan diletakkan di lutut. "Jingga, aku mengenalmu bukan kemarin sore."

"Aku tau, Dok."

Dokter paruh baya itu menatap Jingga dengan seksama, seolah-olah ingin menangkap sesuatu yang ganjil dari perilaku wanita itu. Sayang, Jingga sangat mudah menyembunyikan apapun yang dirasakan. Meskipun dokter Park tahu banyak mengenai kisah hidupnya, tetapi bukan berarti dia menjadi orang yang dipercaya Jingga untuk menjaga setiap deskripsi rasa dalam dirinya.

"Aku tidak yakin kejadian ini tidak menguncangmu."

"Aku baik-baik saja, Dok. Sungguh."

"Jingga, aku tahu pernah memintamu untuk fokus dengan terapi Kalani, tapi sepertinya setiap kejadian yang dialami Kalani, sedikit banyak bersinggungan dengan masa lalumu," ujar dokter Park panjang lebar. Ia menarik napas panjang sebelum melanjutkan. "Terutama akhir-akhir ini. Yakin kamu baik-baik saja?"

"Seperti yang dokter lihat," jawab Jingga sambil menyandarkan tubuhnya pada kepala sofa. "Kalau ini karena seminggu kemarin aku di rumah, jelas tidak ada hubungannya.

"Aku tidak keluar rumah karena lelah. Sesekali aku butuh self healing untuk—"

"Self healing-mu bukan menyendiri, Jingga." Dokter Park menampilkan senyuman kebapakkannya. "Kamera instan yang selalu kamu bawa itulah self healing-mu. Sementara, menyendiri itu bentuk mekanisme pertahanan dirimu. Menghindari ketakutanmu."

Displacement [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang