AXIS 46

1.4K 188 7
                                    

"Dok, bisa minta konsul?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dok, bisa minta konsul?"

Jingga mendongkak menatap wajah yang pernah ia lihat sebelumnya. "Konsul apa dokter Shahin?"

Lovika Shahin perlahan memasuki ruang praktek Jingga. "I-ini. Pasien kamar 410. Dokter van der Berg sedang mengoperasi dan meminta saya untuk menyampaikan ini pada Anda."

Jingga menelusuri rekam medik pada tablet yang diberikan Lovika. "Saya akan ke sana sekitar lima menit lagi. Ada laporan yang harus saya selesaikan. Sedikit lagi."

Lovika tersenyum cerah. "Terima kasih, Dok."

Lovika bergegas keluar dari ruangan Jingga dan tanpa sengaja menyenggol Mentari. "Ah, maaf. Maaf, Dok. Saya tidak lihat."

Mentari menatap tajam Lovika. "Lain kali hati-hati!"

Jingga mendongkak sekejap, lalu kembali memusatkan perhatiannya pada pekerjaannya. "Ada apa, Dokter Visser?"

"Ingin menyapa saja," sahut Mentari seraya menelusuri ruangan Jingga. "Dan memberitahu kalau malam ini aku dan Key akan berada dalam satu ruangan operasi. Setidaknya sepuluh jam kami bersama."

Jingga tampak tidak acuh akan perkataan Mentari. Ibarat radio rusak. Meskipun ia tau pernikahannya dan Kalani hanya kontrak semata, tetapi kedekatan Mentari dengan Kalani sempat membuatnya panas hati.

Namun, setelah Kalani berulang kali meyakinkan Jingga akan hubungannya dengan Mentari hanya sebatas teman, Jingga tidak mempedulikan ocehan Mentari lagi. Meski terkadang rasa ragu akan perkataan Kalani masih mempengaruhinya.

"Kamu, tidak apa-apa 'kan?"

"Kalau hanya ingin memberitahu saya tentang operasi itu, Anda sudah buang waktu, Dokter Visser." Jingga mematikan laptopnya. "Kalani sudah mengatakannya."

"Apa dia bilang juga kalau kami banyak berbincang ... bertukar cerita saat mengoperasi?"

"Saya tidak tertarik." Jingga mulai beranjak. Tidak lupa, tablet yang berisi informasi rekam medik kliennya ia bawa. "Dan mengenai permintaan Anda-"

"Ah, itu. Tidak perlu. Aku bisa menangani Key sendiri." Mentari menyilangkan kedua lengannya di dada. "Kami sudah akrab, seperti yang kuberitahu barusan."

"Baguslah."

"Kamu tahu, sekarang kami nyaman dengan bertukar cerita satu sama lain," Mentari mendekati Jingga, "tidak menutup kemungkinan kami segera bertukar saliva."

Dengan susah payah, ia tersenyum. Meski sebenarnya, ia ingin sekali memukul kepala Mentari dengan meja agar segera sadar. Kalani bukanlah orang yang seperti diceritakan olehnya.

"Key dan aku cukup dekat. Jadi, dia tidak ragu bersentuhan denganku." Mentari mengamati Jingga dari atas ke bawah. "Kamu tidak keberatan bukan? Lagipula, pernikahan kalian hanya pura-pura. Raiden sudah berbicara denganmu, 'kan?"

Displacement [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang