AXIS 50

1.6K 192 9
                                    

"Jingga, mom pangling lihat kamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jingga, mom pangling lihat kamu."

"Mom belum tidur?" Jingga membalas pelukan ibu Kalani. Setelah dansa di ballroom tadi, Kalani memutuskan untuk membawa Jingga pulang. Di tengah jalan ayahnya menelepon, meminta mereka menginap di rumah.

"Nunggu kalian pulang. Mom pengin liat kamu didandani Agnes."

"Sekarang sudah lihat 'kan. Mom tidur ya."

Ibu Kalani itu mengangguk. Lalu, ditemani suaminya mereka menaiki tangga menuju kamar tidur.

Suasana mendadak canggung di antara keduanya. Jingga pun memilih untuk menaiki tangga menuju kamar Kalani.

Setelah Jingga menghilang dari pandangan Kalani, ia mengembuskan napas. Berada di dekat Jingga membuat jantung dan pikirannya tidak normal. Suatu hal yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya saat berada di dekat wanita. Saat menyukai Mentari dulu juga tidak seperti ini.

Pria itu menelusuri sekelilingnya. Ini kali keempat ia pulang ke rumah orang tuanya sejak menginjakkan kaki di Indonesia. Hanya Jingga yang mampu membuat Kalani kembali ke tempat ini. Bahkan sampai menginap.

"Meneer, baru datang?" Bu Mimi yang baru dari dapur menyapanya. Wanita paruh baya itu sudah lama ikut dengan keluarga Kalani. "Habis ada acara sama mevrouw Jingga ya?"

Kalani tersenyum sekilas lalu mengangguk.

"Meneer banyak berubah sejak menikah dengan mevrouw. Saya ikut senang," lanjut bu Mimi. "Tidak terasa sudah mau lima bulan sejak pernikahan meneer. Semoga selalu diberi kesehatan dan keberkahan dalam rumah tangganya, Meneer."

Kalani tertegun. Kalau sudah menjelang lima bulan, berarti waktu pernikahan kontrak mereka akan berakhir sebulan lagi. Pria yang sudah melepaskan jasnya itu meminta diri pada bu Mimi, lalu bergegas menuju kamarnya.

Saat ia membuka pintu kamar, dilihatnya Jingga sedang berdiri di dekat jendela. Gaunnya berganti piyama dengan rambut yang diikat ke atas. Untuk sesaat, Kalani bergeming sebelum akhirnya menutup pintu kamar dengan perlahan.

"Pemandangan dari kamarmu bagus."

Kalani menghampiri Jingga. "Kamu suka?"

Jingga mengangguk. "Waktu SMA, aku ingin bisa memiliki pemandangan seperti ini dari jendela kamarku. Bisa memandang langit malam dengan bebas."

Kalani hanya bisa menatap Jingga tanpa bisa menimpali. Bukan karena tidak paham, tetapi Kalani perlahan terpesona oleh Jingga. Hanya saja, ia merasa saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengungkapkannya. Masih banyak hal yang harus dilalui.

"Tidak terasa, sebulan lagi kontrak kita berakhir. Bagaimana cara ngasih tahu keluarga lain ya?"

Kalani tersentak. Ia seakan diingatkan kembali, untuk apa segera menyusul Jingga. "Ka-kamu. Akan mengakhirinya?"

"Kontrak kita 'kan? Kesepakatan kita."

"Kalau dilanggar gimana?"

Jingga menautkan kedua alisnya. "Jangan main-main, Kalani. Kenapa harus dilanggar coba? Emangnya—"

Displacement [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang