AXIS 42

1.5K 201 15
                                    

Tidak terasa, hampir sebulan berlalu sejak selisih paham terjadi diantara Kalani dan Jingga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak terasa, hampir sebulan berlalu sejak selisih paham terjadi diantara Kalani dan Jingga. Pernikahan kontrak mereka kini sudah akan memasuki bulan keempat. Namun, hubungan mereka kembali seperti awal pernikahan.

Jingga sering menghindari Kalani, baik di apartemen maupun di tempat kerja. Ia hanya bicara seperlunya dengan Kalani jika terpaksa. Terutama menyangkut kondisi klien yang ditangani bersama oleh mereka.

Berbanding terbalik dengan Jingga, Kalani berusaha agar keadaan mereka kembali. Seperti sebelum perselisihan itu terjadi. Akan tetapi, setelah mengetahui Jingga pergi dua hari yang lalu untuk menghadiri simposium ke Singapura tanpa sepengetahuannya, Kalani menyerah.

Pagi ini, seperti biasa Kalani menyiapkan diri untuk pergi ke rumah sakit. Ia membuka pintu kamarnya dan sekilas memandang pintu kamar Jingga. Sempat terpikir untuk membukanya. Sekedar meyakinkan kalau barang milik wanita itu masih ada di sana. Namun, urung. Lagipula, ia ingin memulai hari tanpa memikirkan hubungannya dengan wanita itu. Atau yang berhubungan dengan Jingga.

Kalani sedang berada di dalam lift, saat ponselnya berbunyi. Nama Jingga tertera di layar. Kalani mengembuskan napas, lalu memasukan kembali ke dalam jasnya. Hingga sampai di basement, ponsel Kalani tidak berhenti berdering. Nama yang tertera masih sama.

Kalani sudah mendekati mobil, saat ponselnya berhenti berdering. Mungkin saja Jingga sudah lelah menghubungi Kalani. Namun, nyatanya tidak. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, ponselnya beberapa kali berdering. Nama Jingga tertera di layar.

Kalani memutuskan untuk mematikan ponselnya, saat berada di persimpangan lampu lalu lintas. Sempat penasaran untuk mengangkatnya sebelum dimatikan, tetapi ia tidak berani. Berbagai kemungkinan berkelabat dalam pikirannya. Salah satunya, Jingga meminta berpisah.

Setelah menempuh perjalanan yang lebih lama dari biasanya, akhirnya Kalani tiba di area parkir bawah tanah rumah sakit. Saat memasuki lift, ia mulai menghidupkan kembali ponselnya. Ada puluhan panggilan tidak terjawab serta pesan dari Jingga dan juga Byan.

Belum sempat Kalani membuka pesan dari adiknya, tiba-tiba pintu lift terbuka di lantai IGD. Seorang perawat keluar dari lift lain dengan terburu-buru. Kondisi IGD tampak ricuh. Kalani yang penasaran, memutuskan untuk keluar dari lift.

Tampak beberapa perawat berlalu lalang melewatinya. Dari kejauhan, Kalani bisa mendengar isakan tangis yang tidak asing. Suara tangis yang tidak ingin ia dengar lagi, karena membuat hatinya pilu.

"Kalani! Lu kemana aja!" tegur Byan kesal.

Kalani terkesiap melihat sang adik—dengan tampang kusut—menahan amarahnya. Jarang sekali Byan memanggil Kalani dengan kata ganti 'lu'. Kecuali, ia sedang benar-benar kesal hingga lahar gunung berapi pun kalah panas menggelegak.

Di dekat Byan, tampak Jingga sedang menangis tersedu dipelukan dad. Di hadapan wanita itu, berdiri seorang dokter jaga IGD. Netra Kalani beralih pada ranjang pasien, dimana sosok yang dikenalnya terbaring lemah di sana. "Mom?"

Displacement [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang