Selama perjalanan pulang, tak ada satu pun dari mereka yang membuka suara. Meski beberapa kali, Jingga merasa Kalani mencuri pandang padanya.
"Mau makan?"
"Tidak. Anda hanya akan menonton saya makan saja nanti."
Tidak berapa lama, mereka sudah berada di depan pintu griya tawang milik Kalani. Jingga langsung memasuki kamarnya tanpa berkata apa-apa lagi.
Kalani bergeming di depan kamar Jingga, seolah sedang menimbang sesuatu. Tangannya terulur hendak mengetuk pintu, tetapi urung. Entah mengapa, ia merasa makin canggung berhadapan dengan Jingga.
Setelah menimbang cukup lama, Kalani memberanikan diri mengetuk pintu kamar Jingga. Sekali, tidak ada jawaban. Kedua kali, masih tidak ada jawaban. Setelah ketiga kali, ia menyerah. Kalani memilih masuk ke kamarnya.
Di dalam kamar, Jingga menajamkan telinganya setelah mendengar ketukkan Kalani yang kedua. Setelah dirasa langkah Kalani menjauh, Jingga membuka pintu kamar dan berjalan menuju dapur.
Salah satu persyaratan tinggal bersama Kalani, ia dibolehkan untuk memasak dengan catatan tidak meninggalkan noda sedikitpun. Suatu hal yang agak sulit untuk dilakukan oleh Jingga.
Jingga membuka kulkas cukup lama sebelum menutupnya kembali. Akhirnya, ia mengambil ponsel, mencari aplikasi pengiriman makanan, dan mulai menelusuri gerai makanan yang letaknya tidak jauh dari apartemen Kalani.
Tiba-tiba, sebuah tangan berbalut handscoon mengambil ponselnya begitu saja. "Masak."
"Dengan resiko saya mengotori dapur Anda?"
"Apartemenku, steril."
"Jadi, lebih baik saya mengotori dapur Anda daripada—"
"Bisa dibersihkan."
"Kalau saya tidak mau?"
"Kamu dalam masalah."
Jingga mencebik. "Baiklah. Anda mau makan?"
Kalani menggeleng. "Sudah makan."
"Ah, setelah operasi Anda sudah makan ... bersama Mentari."
"Dokter Visser," jawab Kalani seraya membuka kulkas. "Mentari Visser."
"Kalian dekat ya?"
Kalani memilih bungkam.
"Anda masih menaruh hati padanya? Kenapa tidak menghubungi dia saja untuk menyelesaikan masalah Anda tempo lalu?
"Postur tubuh kami mirip. Hanya tinggal berdalih saja Anda melindungi kepalanya dengan kain karena khawatir dia kehujanan. Ya, meskipun tidak turun hujan saat itu. Kenapa harus—"
"Tidak tega."
"Jadi, Anda tega sama saya? Anda tidak memikirkan perasaan saya!"
Kalani terkejut. Ia menghadapkan diri pada Jingga yang tampak naik pitam. "Bukan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Displacement [END]
Romance(SPIN OFF HIJRAHCCHIATO) Kembali ke negara asalnya tidak pernah ada dalam rencana Jingga. Setidaknya, sebelum ia bisa berdamai dengan keluarga besar sang ayah. Namun, permintaan seorang sahabat kala kuliah sulit untuk ditolak. Akan tetapi, keputusan...