AXIS 38

1.5K 170 19
                                    


"Kenapa pakai handscoon?" tanya Jingga saat mobil yang ditumpanginya melaju menuju rumah orangtua Kalani

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa pakai handscoon?" tanya Jingga saat mobil yang ditumpanginya melaju menuju rumah orangtua Kalani.

"Tiap hari dipakai."

"Ini ke rumah orangtuamu. Masa harus pakai juga?"

"Aku belum bisa."

"Mereka bukan orang asing. Mom melahirkanmu. Dad mendidikmu. Apalagi?"

"Proses."

"Asalkan jangan kelamaan. Memeluk orang yang kita sayang itu menyenangkan. Apalagi orang tua."

Kalani tertegun. Kenangan ia memeluk Jingga hingga dua kali, kembali hadir. Suatu hal yang bisa membuat jantungnya berdesir halus. Ia bahkan tidak bisa mendefiniskan perasaan apa yang dirasakan pada Jingga. Hanya ingin melindungi dan tidak mau melihatnya menangis lagi.

"Kalani! Hei, Kalani!"

"Y-ya?"

"Ngelamunin apa sih? Denger omongan aku enggak?"

"Hm?"

"Nah 'kan ... mikirin apa hayo?"

"Enggak. Sebentar lagi nyampe."

Jingga fokus dengan pemandangan di hadapannya. Sebuah rumah yang cukup besar dengan halaman luas di daerah elit kota Jakarta. Ini kali pertama Jingga menginjakkan kaki ke rumah orangtua Kalani.

Saat mereka merencanakan pernikahan, Kalani mengusulkan untuk melakukan pertemuan di luar rumah. Tempat yang dipilih Kalani saat itu, sebuah restoran mewah dengan ruang pertemuan pribadi. Itu juga tidak berlangsung lama. Hanya sampai makanan utama habis disantap.

"Rumah sebesar ini ... hanya mereka berdua yang tinggal?"

"Enggak juga. Ada pembantu."

Mobil Kalani berhenti tepat di belakang mobil SUV merah, berlogo kuda hitam buatan Jerman. Mobil yang belum pernah dilihat Kalani sebelumnya. Ia menduga mungkin ayahnya sedang kedatangan tamu.

"Mobil siapa itu?" tanya Jingga setelah keluar mobil. Ia berjalan menuju kursi belakang. Seingatnya, mobil milik adik Kalani berwarna putih.

Kalani menggeleng, lalu membuka pintu belakang mobilnya. "Kamu bawa apa?"

"Ini?" Jingga mengangkat sebuah kotak persegi. "Aku bikin kue. Buat mom."

"Kapan?"

"Bikinnya? Waktu kamu tidur."

"Oh." Kalani menutup pintu belakang. "Pegang tanganku."

"Kenapa? Kalau turun di rumah sakit enggak."

Kalani berdeham. "Ini rumah orangtuaku."

Jingga terkikik. "Baiklah. Jangan sampai bunganya rusak." Jingga menggandeng lengan kanan Kalani.

"Tidak akan." Kalani memasukan tangan kanannya ke saku celana, sementara tangan kirinya memegang keranjang berisi rangkaian bunga.

Displacement [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang