AXIS 13

1.7K 183 10
                                    

Seharusnya, menumpang mobil sedan mewah dengan logo trisula itu membuat nyaman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seharusnya, menumpang mobil sedan mewah dengan logo trisula itu membuat nyaman. Namun, tidak dengan Jingga. Udara dingin menusuk tulang dirasakannya saat ini. Bukan hanya berasal dari pendingin kabin mobil, tetapi juga Kalani yang sukses membuatnya merasa di kutub.

Tak hanya itu, kondisi mobil yang seperti baru keluar dari showroom—dengan plastik jok belum dibuka—membuat Jingga tidak bisa merenggangkan badannya. Sedikit saja badannya bergeser, maka suara plastik akan terdengar. Cukup untuk membuat empunya mobil melirik tajam.

"Saya mau tanya, apa waktu membawa saya pulang, Anda melirik tajam juga setiap terdengar suara plastik?"

Kalani yang sengaja menulikan telinga, berhasil membuat Jingga geram.

Jingga mengeluh dalam hati atas kebodohan dirinya, demi menghindari kejadian yang tidak menyenangkan. Awalnya, abah mengusulkan agar Kalani menginap dikarenakan langit yang semakin kelam. Namun, Jingga berdalih bahwa Kalani harus kembali dikarenakan esok hari ada operasi.

Harapan Jingga, abah meminta dirinya tetap menginap semalam di sana. Malang, beliau justru meminta Kalani membawa serta Jingga kembali ke ibukota. Ia khawatir Kalani akan mengantuk dalam perjalanan.

"Lapar," keluh Jingga.

"Tadi sudah makan."

"Masih lapar!"

"Tahan saja."

"Kalau saya meninggal karena kelaparan bagaimana?"

"Tinggal dikubur."

Tanpa aba-aba, Jingga mencubit tangan Kalani cukup keras. "Saya mau makan. Titik!"

Kalani kemudian menepikan mobilnya di rest area. "Turun!"

"Anda mengusir saya?"

"Anda bilang lapar."

"Oh!" seru Jingga yang kemudian membuka sabuk pengamannya, lalu membuka pintu mobil. Gerakan menurunkan kakinya terhenti setelah melihat Kalani bergeming. "Anda tidak turun?"

Kalani hanya melirik Jingga sekilas. "Anda saja."

Kedua alis Jingga terangkat. Seingatnya, Kalani belum memasukkan apapun ke dalam mulutnya. Bahkan teh hangat buatan ibunya tak disentuh Kalani sama sekali. "Anda tidak lapar?"

Kalani bungkam.

"Baiklah, saya akan makan sendirian. Tapi, kalau sampai Anda pingsan di tengah jalan, saya akan meninggalkan jasad Anda di semak belukar!"

Jingga menutup pintu mobil dan berlalu memasuki sebuah restoran cepat saji. Sementara, Kalani mengeluarkan disinfektan semprot yang wanginya langsung menyebar ke seluruh bagian dalam mobil. Lalu ia menyemprotkan hand sanitizer pada bagian tangan yang habis dicubit Jingga.

Setengah jam berlalu, tetapi Jingga belum tampak. Kalani mulai mengetuk berulang buku jarinya pada kemudi, sebelum memutuskan menghubungi Jingga. Nomor wanita itu sudah lama tersimpan dalam memori ponselnya. Sebagai direktur rumah sakit, ia wajib memiliki semua nomor rekan sejawatnya.

Displacement [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang