"Nyenyak?" Kalani membuyarkan lamunan Jingga.
Hari ini pertama kali mereka berangkat kerja bersama. Awalnya Jingga menolak, tetapi Kalani bersikukuh mereka harus pergi bersama. Agar tidak ada skandal.
Jadi, di sinilah Jingga. Duduk di sebelah Kalani yang sedari tadi fokus mengemudikan mobil berlogo trisula itu. Ia dijadwalkan mengoperasi salah satu pasiennya hari ini.
"Ya," jawab Jingga tanpa mengalihkan pandangannya.
"Kalau ...," Kalani melirik Jingga, lalu berdeham. Namun lawan bicaranya seolah-olah tuli. Kalani memilih bungkam, tidak melanjutkan kalimatnya.
Mobil memasuki area parkir rumah sakit. Jingga dan Kalani memasuki lift bersama, tetapi tidak ada satupun dari mereka yang membuka suara.
"Telepon aku," ujar Kalani sambil melangkahkan kaki keluar lift. "Waktu pulang."
"Baik-"
"Kalani?" Wanita itu menghampiri dan nyaris memeluk Kalani kalau saja pria itu tidak menjadikan Jingga tamengnya. Senyuman mengembang di wajah wanita bertubuh tinggi, langsing, dengan sepatu merah berhak runcing. "Aku kangen kamu, Key. Kamu masih inget aku 'kan?"
Jingga melongo seraya mengerjapkan mata. Ia coba mengingat apakah pernah bertemu dengan wanita-yang kini tersenyum lebar-di tempat lain. Saat resepsi kemarin tidak ada tamu serupa dengan wanita di hadapannya.
"Mentari?"
"Raiden! Kamu praktek di sini juga? Kukira praktek di klinik dekat Amadeus Café."
"Ada angin apa kemari?" tanya Raiden.
Merasa pertanyaan rekan sejawatnya bisa menimbulkan skandal baru, Kalani memberi isyarat pada Mentari untuk mengikutinya. "Ke kantor."
Saat Jingga hendak menyingkir menuju ruangan kerja, Kalani justru menahan dan membawanya menuju kantornya. Jingga berusaha melepas genggaman pria itu, tetapi sia-sia.
Mereka pun tiba di lantai tempat ruangan Kalani berada. Genggaman tangan Kalani tidak terlepas, hingga mereka tiba di tujuan. Jingga heran dibuatnya.
"Ya ampun, Key. Kamu masih pakai semprotan seperti ini?" protes Mentari setelah melewati serangkaian semprotan handsanitizer otomatis. "Kukira bakal sembuh, tapi malah makin parah."
"Ini Mentari."
Jingga mengangguk seraya tersenyum sopan. "Jingga. Psikolog medis."
"Dia-"
"Rumah sakit yang bagus, Key. Sepertinya aku akan betah praktek di sini." Mentari memotong kalimat Kalani.
Kalani menautkan alisnya. "Praktek?"
"Key! Masa kamu gak tau kalo aku praktek di sini? Kamu 'kan pemilik tempat ini," sahut Mentari manja. "Apa bagian HRD belum laporan sama kamu?
"Apalagi, hari ini perdana aku operasi di sini. Sama kamu lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Displacement [END]
Romantik(SPIN OFF HIJRAHCCHIATO) Kembali ke negara asalnya tidak pernah ada dalam rencana Jingga. Setidaknya, sebelum ia bisa berdamai dengan keluarga besar sang ayah. Namun, permintaan seorang sahabat kala kuliah sulit untuk ditolak. Akan tetapi, keputusan...