AXIS 43

1.5K 179 7
                                    


Entah berapa lama keduanya tertidur dengan posisi berpelukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah berapa lama keduanya tertidur dengan posisi berpelukan. Pastinya, bukan pemandangan yang ingin dilihat Raiden saat ini. Rahang pria itu mengetat. Perasaannya seumpama seorang anak kecil yang melihat mainan impiannya sudah dimiliki oleh orang lain.

"Jingga ... Jing—"

"Ada apa?" Kalani membuka matanya seraya mengeratkan pelukannya pada Jingga. "Dia masih tidur."

"Hanya mau memberitahu, mevrouw van der, maksudnya, ibu Anda sudah dipindahkan ke kamar perawatan."

"Lantai sembilan?"

Raiden mengangguk.

"Terima kasih. Aku bangunkan istriku dulu." Kalani mengusap lembut pipi Jingga, sementara Raiden meninggalkan ruangan. "Jingga, bangun. Mom sudah di kamar perawatan."

Jingga bergeming. Napasnya teratur, sementara tubuhnya lemas. Ia masih tidur. Posisinya tampak nyaman, membuat Kalani tidak tega membangunkannya.

Tidak berapa lama, ponsel Jingga yang terletak di atas meja berdering. Kalani mengintip dan tampaklah nama Byan. Tanpa membangunkan Jingga, Kalani mengangkat telepon dan menyapanya.

"Mana Jingga!"

"Tidur."

"Kamu apakan dia!"

"Aku suaminya. Ada masalah?"

Sayup terdengar wanita mirip Agnes dari seberang telepon. Byan berdeham sebelum berkata, "Mom ... sudah sadar. Sini cepat!" Telepon pun diakhiri.

Jingga mengintip Kalani yang baru saja meletakkan ponsel milik dirinya. "Itu ... ponselku?"

Kalani mengangguk, lalu memberikannya pada Jingga. "Mom sudah sadar."

Jingga beranjak. "Aku mau ke sana. Kamu di sini aja."

Kalani berdiri. "Lalu dipukul Byan lagi karena mengabaikan mom dua kali?"

"Ka-kalau mom tanya," Jingga menatap ujung bibir Kalani, "mau bilang apa?"

Kalani tersenyum, lalu mengandeng tangan Jingga. "Serahkan padaku."

"Kalani, ini apa?" Jingga mengangkat tangannya yang digenggam Kalani. Pria itu masih menggunakan handscoon.

"Ini rumah sakit. Ada—"

Jingga melepaskan genggaman Kalani. "Lalu kenapa?"

Kalani tersenyum geli. "Kamu merajuk? Baru kali ini aku lihat kamu merajuk."

Jingga melangkahkan kakinya keluar ruangan. "Kamu aja yang gak peka."

"Untuk apa aku peka?" Kalani mendekatkan dirinya pada Jingga, lalu berbisik, "Kamu 'kan istri bohonganku."

Jingga menghentikan langkahnya. Ia mencubit lengan Kalani. Pria itu mengaduh. Jingga bergegas meninggalkannya dengan menghentakkan kaki. Sementara yang ditinggalkan, malah tersenyum geli.

Displacement [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang