Hilang Akal

55.5K 3.1K 135
                                    

Dari dulu Hera memang tidak takut melihat orang mati tepat dihadapannya. Dia tidak pernah merasa kasihan pada siapapun yang sedang kesusahan. Sering kali justru Hera yang menimbulkan kesedihan bagi orang lain. Wanita itu seakan lupa cara kerja hati nurani. Atau boleh jadi memang seperti itulah hatinya bekerja.

Tapi Hera tetap takut mati. Dia pernah sekali merenggang nyawa dengan cara tragis ditangan sahabatnya. Hera hanya tidak ingin kembali mati tanpa sempat mengicip nikmat dunia. Dan ikut ke medan perang terdengar seperti menjerumuskan diri ke api neraka dengan suka rela.

Hera menghela nafas pasrah sedangkan tangannya tetap mengapit lengan Lukas yang berjalan disampingnya. Pria itu berniat mengecek persiapan para prajurit bersama tiga sahabatnya yang sejak tadi setia berjalan dibelakang pasangan nomor satu kerajaan Sandor.

Pun alasan mengapa Hera masih menempel pada Lukas adalah keberadaan si menyebalkan William. Rasanya tidak rela sekali jika bocah tengil itu tahu bahwa Hera masihlah belum bisa menaklukan Lukas. Atau lebih parah justru dianggap kalah saing dengan seorang dayang rendahan.

Mata Hera menatap sekeliling. Ribuan prajurit tengah berkumpul dipelataran istana. Ada para dayang juga yang sedang membagikan makan siang. Ketika sadar bahwa raja dan ratu mereka sedang mengawasi, prajurit serta dayang yang ada disana sontak membungkuk memberi hormat.

Baik Hera maupun Lukas sama-sama diam dan hanya membalas dengan anggukan singkat. Hera bahkan justru lebih tertarik melirik ekspresi dari Arumi yang ternyata juga ada di sana.

Hampir saja wanita nomor satu kerajaan Sandor itu tertawa tatkala melihat mata Arumi berkaca-kaca. Coba lihat, apalagi yang lebih memuakan dari seorang wanita simpanan sakit hati karena melihat pria yang ia cintai kini bergandengan mesra dengan istri sahnya. Ah Arumi, sepertinya kamu harus lebih banyak berguru pada Hera.

"Tamak sekali," ejek Hera.

"Kau bicara padaku?" Lukas menunduk, menatap Hera yang tingginya hanya mencapai bahu. Wanita ini entah sudah berapa kali Lukas mencoba melepaskan rangkulan tangannya. Namun, memang dasar bebal. Semakin dilarang Hera justru semakin menempel padanya. Jadi Lukas biarkan saja Hera bertingkah semaunya.

"Sampai kapan kita berdiri disini? Kaki cantikku mulai lelah."

Lukas reflek melirik kaki Hera dan tersadar jika gaun yang digunakan istrinya memiliki belahan kaki sampai di atas lutut.

"Dibandingkan menggunakan baju senonoh seperti itu, lebih baik tidak pakai baju saja sekalian," sindir Lukas.

"Tidak pakai baju?" Hera menatap Lukas dengan satu alis terangkat.

"Kau ingin melihatku telanjang? Oh Yang Mulia Raja yang terhormat, apakah Anda mulai tertarik pada istrimu ini?" tanya Hera dengan nada mengejek.

Wanita itu mengibaskan rambutnya ke belakang. "Tidak heran, aku memang terlalu menggoda untuk dilewatkan," ucap Hera bangga.

"Lupakan saja! Aku tidak tertarik dengan bekas penjaga pintu," sindir Lukas.

Hera yang mendengarnya sontak tertawa. Ia bahkan reflek memukul lengan Lukas. Tindakan yang sangat tidak terpuji apalagi kini interaksi mereka sedang menjadi tontonan umum.

"Astaga, Lukas, kamu lucu sekali." Hera menggeleng-gelengkan kepala.

"Menyebutku yang masih gadis sebagai barang bekas. Lalu, sebutan apa yang paling pas untuk suami yang sudah berkali-kali memasukan batangnya ke lubang seorang dayang rendahan? Kau bahkan melakukannya di semak belukar."

"Kau tidak berhak mengomentariku!" geram Lukas. Wajahnya memerah menahan marah.

Hera tidak terpengaruh sedikitpun dengan tatapan tajam yang Lukas berikan. Hera justru semakin berani dengan menyilangkan tangan didada dan membalas tatapan Lukas dengan santai.

CRAZY LADY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang