Kawanan Anjing

52K 3.3K 172
                                    

Seorang penjaga pintu mengumumkan kedatangan Hera beserta rombongannya. Tampaknya dia adalah orang terakhir yang datang ke aula, sebab ketika Hera melangkah masuk tempat itu telah dipenuhi oleh orang-orang berjubah hitam dan berambut putih yang duduk membentuk lingkaran besar.

Hera diarahkan untuk menempati kursi disamping kakek penyihir yang Hera ketahui bernama Damius. Masih dengan perdebatan batin antara percaya dan tidak percaya bahwa ternyata didunia ini benar-benar ada sihir, Hera akhirnya mendudukan diri. Perempuan bergaun kelam itu reflek mengeryit jijik tatkala matanya tidak sengaja bersinggungan dengan Lukas yang duduk tepat diseberangnya.

Berapa kalipun Hera mengamati, tidak dapat dipungkiri bahwa wajah Lukas sangatlah mirip dengan orang itu. Orang yang membuat Hera merasa menjadi manusia paling hina didunia. Meski Hera sadar bahwa keduanya adalah dua orang  yang berbeda, namun kemiripan mereka membuat Hera selalu gatal untuk menjambak dan mencakar Lukas seperti malam itu.

Berbicara tentang malam dimana Hera pertama kali melihat Lukas dan Arumi, Hera menjadi penasaran kemanakah dayang kesayangan sang raja. Pandangan Hera menyisir kesegala arah namun batang hidung Arumi tidak juga terlihat. Tumben, biasanya perempuan itu selalu ada dijejeran dayang disekitar raja.

Ctarrrr!!

Tiba-tiba saja gemuruh petir mengguncang aula. Membuat lampu-lampu besar diatasnya bergoyang dan berderit dengan keras. Tak lama setelahnya angin kencang menerpa mereka. Menerbangkan segala benda yang ada.

"Sial, apa-apaan ini?!" Hera berseru keras. Ia bersusah payah melindungi wajahnya dari hantaman benda-benda yang berterbangan. Itupun tak sepenuhnya berhasil karena tadi dahinya sempat terhantam oleh gulungan tua yang entah datang dari mana. Jubah hitam yang ia pakai bahkan terasa seperti akan ikut terbang tertiup angin. Benar-benar sial.

"Salam Sandor!"

"Hidup Raja Lukas!"

"Hidup Ratu Hera!"

"Kesejahteraan bagi Kerajaan Sandor! Salam Sandor!"

Seruan itu saling bersahutan. Menggemuru dan bergema ditelinga para pendengarnya. Hera menarik nafas lega saat angin sialan tadi menghilang tanpa jejak. Sambil menggerutu Hera mulai sibuk memperbaiki penampilannya yang acak-acakan. Rambut panjangnya yang semula tertata rapih kini kusut tak berbentuk. Tiara kecil yang tersemat diatas kepalanya entah hilang kemana, Hera tidak begitu peduli.

Namun gerakan tangan Hera mendadak berhenti ketika matanya tak sengaja melirik Lukas yang kini sedang menatapnya dengan seringai menyebalkan. Tunggu dulu! Dengan perasaan campur aduk Hera mengedarkan pandangan menatap satu persatu orang-orang yang duduk melingkar di aula itu.

Kenapa penampilan mereka tetap rapih?! Kenapa mereka memasang wajah seolah tidak terjadi apa-apa?! KENAPA HANYA HERA YANG TAMPIL SEPERTI ORANG GILA?!

"Yang Mulia Ratu" Kakek Damius tiba-tiba memanggil.

"Sepertinya Anda lupa membaca mantra penghalang," ucap kakek tua itu.

Hera mengerjap bingung. Mantra apa? Penghalang apa? Kakek tua ini bicara apa sebenarnya, hah!!

"Apa ingatan Yang Mulia Ratu benar-benar terganggu?"

"Bukan urusanmu!" sahut Hera. Responnya yang acuh membuat gaduh. Para tetua dan petinggi kerajaan kompak berbisik mengkritik tindakan tidak sopan yang Hera lakukan.

"Ratu, kurang sopan rasanya membalas perhatian Tuan Damius dengan jawaban seperti itu." Idrus, seorang mentri yang juga merupakan ayah kandung dari Ratu Hera mencoba mengingatkan putrinya.

Idrus tidak ingin semua kerja kerasnya untuk menjadikan Hera sebagai seorang ratu hancur hanya karena sikap kurang ajar Hera. Idrus juga tidak mengerti mengapa Hera tampak berbeda dari biasanya. Bahkan sudah satu purnama Hera tidak berkunjung ke kediamannya yang dulu padahal tidak ada satu purnamapun terlewat tanpa kunjungan dari Hera.

Hera berdecih. Tidak berniat membalas perkataan pria tua sok tahu itu. Kurang sopan katanya? Heh, jangan bercanda! Kalau saja Hera mengerti arti kata sopan dikehidupannya yang dulu dia tidak akan masuk dan merusak rumah tangga orang lain sesuka hati. Dia Hera, perempuan yang dijuluki gila oleh banyak orang. Sudah untung Hera berusaha menahan diri untuk tidak membuat ulah. Padahal -- Hera melirik kanan-kiri lalu tersenyum aneh -- para prajurit itu tampak gagah dan lezat. Uh Hera jadi membayangkan seperkasa apa mereka diatas ranjang. Sial, Hera sampai basah karenanya.

"Hentikan pikiran menjijikanmu itu!"

Hera mengerjap. Kenapa dia mendengar  suara pria menyebalkan? Mungkinkah Si Lukas itu tadi mengajaknya berbicara? Hera melirik Lukas yang ternyata juga sedang menatap kearahnya.

"Baru ku temui manusia dengan pikiran semenjijikan kamu. Sungguh memalukan!" Lagi, suara berat Lukas terdengar jelas dikepala.

Hera menajamkan pengelihatannya. Memastikan bahwa bibir pria disebrangnya tidak bergerak sesentipun. Setelah memastikan bahwa pria itu benar-benar tidak berbicara apapun Hera memutuskan untuk kembali mengedarkan pandangan.

Astaga! Siapa pria yang berdiri dipinggir tiang?! Ya Tuhan, lihat lengan kekar itu. Betapa nikmatnya jika lengan itu mendekap pinggangnya yang ramping. Membawa tubuh Hera dalam rangkulan.

Demi Tuhan, pasti akan begitu nikmat jika Hera bisa membelit tubuh kekar itu dengan kakinya. Bergerak dan menggesek kewanitaannya pada perut kotak-kotak pria tampan itu. Ahhh sepertinya rencana untuk menjadi wanita baik-baik hanyalah tinggal kenangan. Pria-pria gagah nan tampan ditempat ini sangat sulit untuk diabaikan.

Hera tersenyum senang. Kira-kira siapa dulu yang harus ia ajak naik keatas ranjang? Apakah pria disebelah tiang? Atau prajurit didekat pintu? Oh atau Hera ajak saja dua-duanya untuk bergabung. Astaga! Membayangkannya saja sudah membuat Hera ingin berteriak kegirangan.

"Tak ada perempuan bersuami yang berpikir untuk tidur dengan laki-laki lain" Suara itu lagi-lagi terdengar. Mengusik kesenangan.

Hera menatap Lukas dengan tajam. Apakah mungkin pria itu sedang bertelepati dengannya? Bah!! Omong kosong apa itu?! Mana ada manusia berkomunikasi dengan cara bertelepati. Tapi... Hera berpikir keras. Jika sihir saja ada, bukan tidak mungkin membaca pikiran dan bertelepati benar-benar bisa dilakukan oleh orang-orang didunia ini.

"Berhenti menatapku! Aku tidak sudih ditatap oleh wanita kotor seperti mu."

Hera mendengus keras mendengarnya.

"Andaikan para tetua tahu semenjijikan apa isi kepalamu, mereka pasti akan menarik kembali perintah untuk menjadikanmu ratu Sandor."

"Bahkan anjing sekalipun tidak akan memiliki pikiran menjijikan seperti mu."

"Ya memang! Karena kamu adalah bagian dari anjing maka tidak heran jika kamu sangat mengerti cara berpikir mereka. Dasar AN-JING!" sungut Hera sambil menunjuk wajah Lukas yang kini tampak syok. Tidak menyangka jika Hera akan membalas ucapannya secara langsung dan selantang itu.

"Baiklah para kawanan anjing. Terserah kalian mau berdiskusi apa, aku tidak mau ikut campur karena kedudukanku sebagai manusia terlalu tinggi untuk berkumpul dengan kawanan anjing seperti kalian," ucap Hera. Wanita sinting itu kemudian mengangkat gaunnya dan berdiri. Ia sempat melirik sinis kearah Lukas sebelum akhirnya berbalik badan keluar dari aula pertemuan. Meninggalkan suasana sunyi yang ditutup dengan bunyi bantingan keras dari pintu yang ditutup oleh Hera.

Selamat tinggal anjing!

Bersambung

Sebelumnya aku mau mengucapkan banyak terimakasih untuk kamu yang masih mau menunggu cerita ini. Terimakasih untuk dukungannya. Dan maaf karena sebulan ini aku hilang tertelan bumi.

Tapi sebisa mungkin mulai sekarang aku bakal rajin update. Jadi stay tune ya....

CRAZY LADY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang