Chapter 13: Duka maret.
"Semuanya tak akan pergi dan menghilang karena semuanya itu tetap abadi dalam jiwa."
________
Maret, 2020
Awal maret di sambut oleh duka. Seakan duka dalam tiga tahun lalu terulang kembali. Hanya bedanya, duka tiga tahun lalu begitu mendadak dan meninggalkan luka dalam bagi yang ditinggalkan dan rasanya belum bisa menerima dengan ikhlas sepenuhnya. Sedangkan duka yang ini meski bersifat tiba-tiba datang, hati yang ditinggalkan bisa lapang dada dalam melepas kepergian. Mungkin bagi yang ditinggalkan, kematian ini adalah cara terbaik agar tak merasakan sakit lagi. Namun, kematian tiga tahun lalu terasa tak adil. Apalah daya manusia di tangan kematian.
Pak Setya, seorang kurator seni senior Indonesia telah berpulang dan meninggalkan duka mendalam bagi keluarga yang di tinggalkan. Tak terkecuali Aoife, perempuan itu sangat sedih karena ayah mertua kakaknya itu kini telah tiada. Ikut pergi meninggalkannya dan semua keluarga. Kepergian pak Setya memang membawa duka tapi tak semenyakitkan kepergian Aofha.
Abimelech menggenggam tangan Aoife yang sedang memeluk Chilan, keponakannya. Pria itu memandang dalam wajah Aoife yang sembab. Rasanya Abimelech ingin membawa Aoife ke dalam pelukannya namun ia sadar, dimana mereka sekarang. Terlalu sungkan pada pandangan orang lain karena tak semua orang dapat memahami cara Abimelech untuk menenangkan Aoife. Jadi, Abimelech hanya menggenggam tangan Aoife. Menyalurkan tenaga yang ada dalam hatinya untuk hati Aoife agar tegar.
Abimelech mendapatkan kabar dari Aoife bila pak Setya telah berpulang setelah Abimelech kembali dari kolam lele pagi ini. Ia sangat terkejut karena baru saja kemarin pak Setya siuman dan pagi ini, beliau berpulang. Mungkin, pak Setya siuman untuk mengucapkan selamat tinggal pada keluarganya. Mungkin itu juga cara Tuhan untuk membuat jiwa yang akan kembali pada-Nya menjadi tenang karena telah berpamitan pada keluarga.
"Nak Abimelech, kamu temani kami para perempuan di rumah, ya. Soalnya semua laki-laki di keluarga kami ikut ke pemakaman," pinta ibu Aoife pada Abimelech dengan sangat lembut.
Abimelech mengangguk. "Iya bu," jawabnya singat dan ia mendapatkan balasan tepukan halus di lengannya oleh ibu Aoife.
Saat datang ke rumah duka tadi, Abimelech langsung dikenalkan Aoife pada keluarganya sebagai kekasihnya. Karena sedang dalam kondisi berduka, mereka hanya tersenyum dan menyalami Abimelech serta menyuruh Abimelech untuk masuk ke dalam ruang keluarga.
Dalam keluarga pak Setya dan keluarga Aoife, para perempuan di larang ikut ke pemakanan untuk mencegah menangis di atas liang lahat karena tidak baik. Saat pemakaman Aofha dulu pun, Aoife tak ikut, ia berada di rumah duka dengan menemani Chilan yang masih bayi. Sekarang, saat kematian pak Setya, Aoife berada di rumah duka dengan menggendong Chilan di pangkuannya. Bedanya, kini Aoife punya seseorang yang bisa ia jadikan sandaran dikala duka, yaitu Abimelech.
"Aku ikut sholat jenazah dulu di masjid, setelah itu aku kembali ke sini lagi," pamit Abimelech dengan mengelus pucuk kepala Aoife kemudian Chilan secara bergantian.
Abimelech berjalan bersisian dengan ayah Aoife saat keluar dari rumah duka dan Abimelech mengajak ayah Aoife serta beberapa kerabat untuk satu mobil dengannya. "Nanti ayah bisa pakek mobil saya buat ke pemakaman dan saya bisa kembali ke sini jalan kaki karena dekat," ucap Abimelech kepada ayah Aoife yang sudah seperti ayah mertuanya.
"Kamu gak pa-pa jalan kaki," tanya ayah Aoife agak sungkan pada Abimelech.
"Setidaknya, mobil saya ikut mengantar pak Setya di peristirahatan terakhir, mengantikan saya. Saya gak keberatan jalan kaki."
KAMU SEDANG MEMBACA
What's on December [TAMAT]
RomansAbimelech menyukai Aoife Jasmine, seorang penulis novel romansa. Hingga suatu hari ia terlibat kerja sama dengan Aoife dalam proyek ulang tahun galeri seni milik sahabat Aoife. Momen itu membuat hubungan Abimelech dan Aoife menjadi dekat namun Aoif...