Hari hari telah berlalu, tak ada yg berubah di hidupnya. Mereka masih saja menganggap lia angin, mereka dapat menyadari lia saat mereka membutuhkan bantuan saja, selebihnya mereka tak pernah ingat siapa itu lia.
Siang ini kelas X ipa2 tengah berada di lapangan, mereka akan melakukan latihan karna hari ini mapel olahraga. Setelah mengitari lapangan sebanyak 6 kali untuk pemanasan mereka bebaris sesuai instruksi. Tak terkecuali 2 sahabat ini, lia dan eva.
"Nia panas banget ya astaga terik ni matahari, pengen turun hujan deh"ujar lia ketika mereka berada di barisan.
"Iya am. Gue jadi pengen duduk"eva pun. Berjongkok membuat lia menarik paksa tangan eva agar berdiri.
Setelah instruksi dari guru kini mereka akan bermain voli. Tim akan di bagi secara acak. Setiap siswa akan mengambil kertas yg berisi angka 1 dan 2. Bagi yg mendapat nomor 1 artinya kelompok 1 sedangkan yg mendapat nomor 2 yg artinya kelompok dua.
"Nia kamu dapet nomor berapa?" Tanya lia kepada eva yg tengah melihat kertas di tangan nya.
"Nomor 2 am. Kalo lo" lia cemberut ketika tau eva berbeda nomor dengan nya.
"Yaah aku dapet nomor 1" keluh lia.
"Ga papa ayoo kita kumpul sama kelompok masing masing. Semangat ya lia main nya" ujar eva lalu melangkah kan kakinya menuju kelompoknya.
Lia tersenyum melihat eva, lia pun menuju kelompoknya tanpa di duga kelompoknya ternyata kelaki semua. Dan lia agak gugup dengan itu. Lia menatap kelompok 2 terdapat 2 cowok di sana roby dan fahmi. Tapi di kelompoknya hanya dia yg perempuan.
"Baik. Ayo kumpul dulu saya mau catet nama anggotanya. Kelompok satu siapa aja." Ujar pak iwan guru olahraga tersebut.
"Edgar, zidan, abar, kenzi, kenzo......" ridho menyebutkan nama anggota mereka. Namun mereka melupakan lia di sana.
"Kelompok dua siapa aja"
"Eva, roby, linda, karin...." fahmi menyebutkan anggotanya tanpa ada yg tertinggal. Pak iwan menghitung kembali siswanya lalu tiba tiba darinya berkerut
"Ada yg belum di catet kayaknya kelompok 1 kurang 1 anak siapa?" Lia mengangkat tangan nya.
"Saya pak" anak cowo Menoleh pada lia yg ada di belakang sendiri.
"Famelia kelompok berapa kamu?" Lia menunjukan kertas yg di pegangnya.
"Satu pak" pak iwan pun mencatat nama lia dan permainan di mulai.
"Lia lo sebelah sini" lia menurut ia di tempatkan di depan permainan pun di mulai.
Lia terlihat bingung karna mereka tak membiarkan lia memukul bola voli tersebut. Lalu dari arah lawan bola mengarah pada lia lia sudah siap akan itu namun...
Bruuukk...
"Awsss" ringis lia ketika badan nya tersenggol kasar dan ia terjatuh dengan kasar pula.
Lawan mendapat skor 2 dan kelompoknya baru mendapat skor satu. Lia menatap darah yg ada di siku juga di telapak tangan nya. Namun karna baju olahraganya cukup panjang membuat telapak tangan juga lengan nya yg berdarah tak terlihat. Eva yg melihat lia terjatuh memekik dan akan menolongnya. Namun tangan nya di tarik fahmi kasar.
"Bangun lo. Harusnya tadi lo pukul kenapa diem aja" lia menatap edgar yg ada di depan nya. Lia bangkit dan menahan perih di siku dan tepalak tangan nya.
"Aku udah mau mukul tadi, tapi kamu dorong aku. Kalo kamu biarin aku pukul, skor mereka ga akan bertambah" ujar lia menatap edgar dengan menahan perih.
"Lo yg bego. Mending lo duduk aja di sana. Kita ga butuh lo di sini" ujar edgar menunjuk bangku yg ada di bawah pohon rindang di tepi lapangan.
"Tapi ed ini juga menyangkut nilai aku. Kalo aku ga ikut aku ga akan dapat nilai" ujar lia mencoba membela diri. Pak iwan tengah mengangkat telvon hingga tak tau ada perdebatan ini.
"Ga papa dia ikut ed, ini juga salah lo. Harusnya lo kasih dia kesempatan buat pukul bolanya" ujar zidan membuat edgar mengeram tertahan.
"Lo belain bitc ini hah!" ujar edgar dengan menunjuk lia. Lia melototkan matanya.
"Enggak ed. Cuman emang kaya gitu yg gue liat" zidan mencoba memberi pengertian edgar. Namun edgar tak perduli.
Ia menarik tangan lia yg tadi mengeluarkan darah dengan kencang membuat darah itu makin banyak keluar, sedangkan lia meringis merasakan perih dan sakit secara bersamaan.
"Lo duduk aja di sini" ujar abar dengan amarah yg tertahan.
Lia menekan pergelangan tangannya untuk menghilangkan rasa sakit dan perih yg menjalar di sekitar lukanya. Darah yg keluar makin banyak. Lia akan menuju ke kamar mandi. Namun langkahnya ketahuan oleh pak iwan.
"Famelia mau kemana kamu. Harusnya kamu ikut ke dalam kelompokmu" lia menyembunyikan tangan nya yg terus mengeluarkan darah. Lalu menatap pak iwan takut.
"Eemm saya kebelet pak" ujar lia lirih. Permainan terhenti dan seluruh mata tertuju pada lia dan pak iwan. Tanpa sengaja beberapa dari mereka melihat tangan lia mengeluarkan darah yg di sembunyikan di belakang punggungnya.
"Tidak bisa. Kamu harus ikut masuk kembali ke kelompokmu atau nilai di rapor mu akan saya kosongkan." Beberapa siswa menertawakan nasib lia, namun 3 orang di antaranya menatap sendu lia.
"Saya terima kalau rapor saya kosong pak. Saya permisi" lia pun berlari menuju toilet. Sedangkan pak iwan dan beberapa murid terhenyak mendengar jawaban lia. Termasuk edgar,zidan, abar, juga eva.
"Lanjutkan permainan kalian. Biarkan dia, akan saya kosongkan nilai rapornya" ujar pak iwan permainan pun kembali di mulai.
***
Di toilet, lia mencuci darah yg keluar, wajahnya sudah pucat saat ini. Efek dari terik matahari yg mengenai kulit juga darah yg keluar cukup banyak, membuatnya pucat. Lia menatap pantulan dirinya di cermin. Lalu kembali menatap luka di tangan kirinya.
"Kenapa sakit banget. Harusnya ga sesakit ini. Karna tadi aku hanya jatuh itupun di lapangan. Terus apa yg buat lukanya jadi sedalam ini" molong lia memikirkan apa yg membuat luka itu menganga lebar di telapak tangan nya
____________________________________
Sedangkan di sisi lapangan mereka tengah berlomba lomba mencetak skor. Namun eva tak fokus karna memikirkan lia. Tanpa sengaja ia menyandung kakinya sendiri membuatnya terjatuh mereka yg melihat langsung menolong nya. Dan menyuruh nya untuk duduk saja di lapangan. Pak iwan pun menyetujui itu karna melihat eva yg terjatuh.
Eva duduk di pinggir lapangan namun hatinya merasa sakit. Ia masih memikirkan lia. Tadi tanpa sengaja ia melihat darah di tempat yg tadi sempat di duduki lia saat lia di suruh edgar untuk ke tepi.
"Kenapa lo di perlakuin kaya gitu lia. Sebenernya mereka sadar ga sih keberadaan lo, yg bahkan lo itu korban. Gue jadi heran kenapa mereka acuh'in lo, dan perlakuin gue bak ratu" gumam eva tanpa sadar 2 pria yg duduk di sampingnya mendengar gumaman eva. Kedua pria itu sama sama melemparkan tatapan bertanya.
"Abar lo nanti ngomong sama mengurus lapangan ya ada pecahan kaca nih tadi" teriak ridho.
Deg...
Eva menegang di tempat begitu pun abar yg ada di samping eva tentu ia tau luka lia. Karna saat lia menyembunyikan tangan nya ia menatap telapak tangan itu mengeluarkan darah.
"Abar buang in takutnya nanti kena orang" abar mengangguk dan pergi mengambil pecahan kaca tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
peran FIGURAN (END/TAMAT)
Teen FictionJudul: peran figuran Di kisahkan seorang gadis yg berperan sebagai figuran atau pelengkap yg berteman dengan seorang gadis most wented grill yg dapat di kenal populer. Kisah bagaimana di perlakukan bagai angin yg tak terlihat, dan di jadikan alat un...