bab 19||mereka perduli

97 6 3
                                    


Pagi ini eva sudah mulai sekolah setelah 2 hari ia mogok sekolah, kini dirinya pun akhinya mau bersekolah atas bujukan angel, setelah insiden itu pula eva selalu tinggal bersama angel menemani wanita itu ketika malam hari, yg akan menjaganya di rumah sakit  adalah leon atau jika tidak abar dan zidan.

Eva berjalan masuk dengan langkah gontai, kelas yg awalnya ramai kini senyap ketika melihat sang ratu sekolah datang dengan murung dan wajah tak bersemangat. Cia yg duduk bersama linda langsung mendekat. Cia tak tau keadaan lia karna angel melarang nya. Tentu angel melarang memberi tau cia karna angel kenal dengan gadis itu sendari kecil, dia punya rasa panik yg berlebihan.

"Niia kemana aja kamu. Aku telvon ga di angkat aku chet hanya kamu baca" eva tak memperdulikan ucapan cia ia langsung duduk di bangkunya.

"Nia kamu denger aku kan?" Lagi lagi eva tak menjawab eva hanya diam memandang kosong papan tulis.

"Cia" panggilan dari zidan menghentikan cia yg akan kembali melontarkan perkataan.

"Apa sih dan? Kamu juga kenapa 2 hari ini kamu jarang jailin aku. Abar juga makin hari makin dingin, dan sekarang nia makin aneh kalian bertiga kenapa. Di mana ane?" Pertanyaan terakhir cia membuat eva menangis cia kaget pasalnya eva tiba tiba saja menangis.

"Cia stoop" suara zidan menggelegar dia berdiri di depan cia. Dengan mata tajam yg jarang ia perlihatkan. Hal itu membuat cia sedikit takut.

"Lo mau tau kenapa gue banyak diem, kenapa abar makin ga jelas, dan kenapa eva tiba tiba nangis?" Cia mengangguk walau matanya TAKUT takut menatap zidan yg kini lain dari zidan yg ia kenal.

"Semua karna lia" sontak 1 kelas yg mendengar itu mengira yg tidak tidak tentang lia. Cia menggeleng belum mengerti.

"Kalian diam" bentak abar ketika telinganya menangkap kata kata teman 1 kelas nya yg tidak tidak mengenai lia, edgar yg sendari tadi diam pun terkejut dengan bentakan abar, hingga membuatnya tanpa sengaja terjatuh.

"3 hari yg lalu sekolah kita di pulangkan lebih awal. Gue cia dan amel pergi ke aurora caffe rekomendasi amel. Sebelum itu kami sempat mampir mall untuk membeli dres. Setelah makan aku mengantar cia ke rumahnya dan aku pulang menuju rumah cia, awalnya semua baik baik saja hingga saat di jalan kami di cegah orang, orang itu ada masalah pribadi dengan keluarga ku. Aku meninggalkan amel di mobil dan turun menghadapinya seorang diri. Saat itu dia akan menusuku menggunakan pisau, namun tanpa di duga.... hiks... dia..." eva menceritakan semuanya namun ia tak sanggup melanjutkan nya..

"Lia memeluk eva dari depan yg membuat nya yg tertusuk pisau itu. Drees putih yg di gunakan nya berubah menjadi merah saat itu gue dan abar melihat tubuh lia meluruh dengan darah yg mengalir daras. Setelah di bawa rumah sakit ia kehilangan banyak darah. Luka tusuk itu tak terlalu dalam untungnya namun sekarang...." ucapan zidan terpotong karna abar berteriak marah.

"Dia koma. Kalian tau dia koma karna menolong sahabatnya, bagaimana bisa kalian mengatakan yg tidak tidak tentang dia yg rela mengorbankan nyawanya demi SAHABATNYA... aarrggg..." setelah mengucapkan itu abar pergi entah kemana. Kelas menjadi sunyi. Cia menangis menyeluruh ke lantai. Dengan sigap zidan memeluknya. Ia tau cia punya panik berlebihan.

"Ga mungkin. Ane.. fia.. pisau... aaahhh...."cia mengucapkan kata kata aneh itu zidan memeluknya menggumamkan kata penenang. Dan kini yg terdengar hanya isak tangis cia dan eva.

"Ke rumah sakit" zidan kaget dengan abar yg tiba tiba datang merangkul eva dan mengatakan rumah sakit. Buru buru zidan menuntun cia yg mulai tenang. Mereka berempat akan menuju rumah sakit.

"Itu yg di ceritain nyata?" Pertanyaan linda membuat atensi kelas tertuju pada linda.

"Tentu benar, lalu apa yg membuat mu ragu nona linda"sahut dea yg dini berdiri dari duduk nya.

"Gue ragu kalo itu cuma akal akalan lia. Buat eva dan cia simpati" ujar linda dengan nada sinis sembari melihat kuku cantiknya.

"Not cia, linda, syakilla" ralat danu

"Apa salah gue manggil cia?"

"Gini lin.  Gue tau sejak awal lo masuk gue liat lo ga suka sama lia, lo cuma mau deketin eva lewat lia. Tapi lo terlalu bodoh buat menyadari persahabatan keduanya. Lo kalo emang ga suka ya ga suka aja. Jangan apa apa yg bersangkutan dengan lia lo anggap itu hanya sebuah lolucon yg tak perlu di perdulikan." Dea menjelaskan dengan wajah tenang nya.

"Lo sebenernya ga beda jauh lin sama edgar" nama edgar yg danu bawa bawa membuat edgar menatap tajam teman sebangkunya itu.

"Apa salah gue?"

"Salah ed. Lo dari awal lia masuk sampe sekarang lo ga perduli sama dia. Lo punya dendam hmm?" Edgar hanya diam ketika mendengar ucapan dea

"Udah mending nih kita susulin eva dan yg lainya ke rumah sakit gue rasa lia butuh kita sebagai teman di sana?" Usul putri teman sebangku dea.

"Nah siapa yg ikut kita?" Hampir 1 kelas bersorak tapi tidak dengan linda dan edgar yg malah menatap sinis dea.

"Oke ayoo kita pulang kerumah dan kumpul di depan R.S herdika" mereka pun bergegas pulang meninggalkan linda dan edgar di kelas. Guru yg baru masuk di buat terkejut karna seluruh siswa keluar dengan membawa tas masing masing.

"Bu kami ijin ada perluu" teriakan mereka yg hampir serempak membuat bu desi melongo. Lalu kepalanya ia alihkan ke dalam kelas yg terdapat 2 muridnya. Yg tengah duduk santai dengan bermain ponsel.

"Mereka kemana?" Pertanyaan bu desi di sahuti gendikan bahu linda.

"Terus saya ngajar siapa murid nya ga ada" ujar bu desi memijat pelipisnya

"Lihat saja kalian ibu catat agar kalian ibu hukum" ujar bu desi meninggalkan kelas itu.

peran FIGURAN (END/TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang