Lagi dan lagi, Ana dikalahkan oleh takdir, ia ditertawakan oleh waktu. Ini seperti bukan jalan hidupnya. Apa ini mimpi? Tetapi dulu dalam mimpi pun ia tidak berani membayangkan jika hari ini akan menyapa takdirnya. Rasanya ia sedang kehujanan ditengah teriknya matahari. Dingin dan panas menyiksa diwaktu yang sama.
Ana mengedarkan pandangan, menyapu seluruh sudut Aula di Hotel berbintang itu. Suasana ramai sudah hilang, kini hanya menyisakan kerabat dekat saja dan para WO dari pernikahannya.
Ana tersenyum mengejek diri sendiri, ketika rasa hangat menjalari hatinya saat menyebut pernikahan. Iya, tentu saja dengan Raga Angkasa, lelaki yang ia sukai dengan sepenuh hati. Lelaki yang selama ini tidak pernah ia bayangkan akan bisa berdiri dengan jarak 1 meter saja darinya.
Banyak sekali kerabat lelaki itu yang datang menghampiri, mengucapkan selamat dan mendoakan agar mereka bersama selamanya, yang diam-diam Ana aminkan didalam hati. Walaupun ia tahu itu percuma. Rasanya seribu kali amin pun, lelaki itu tidak akan mungkin menetap bersamanya selamanya.
"Ana.."
Suara yang sudah sangat ia kenal, membuyarkan lamunannya. Ia menoleh dan langsung tersenyum manis ketika mendapati sang Bunda sedang berjalan mendekatinya. Wanita itu terlihat cantik dengan kebaya sederhananya. Dari begitu banyak mereka yang menghadiri pernikahannya, hanya wanita ini yang berperan sebagai keluarganya. Ia bersyukur, setidaknya ia tidak sendiri di acara penting dalam hidupnya.
"Bunda ingin melihatmu sekali lagi sebelum pamit pulang" ucap Bundanya.
"Kenapa harus pulang, Bunda bisa menginap disini" kata Ana dengan wajah sedih. Ia ingin wanita ini berada didekatnya untuk saat ini. Ia tidak ingin ditinggalkan disini. suasana ramai disini hanya menegaskan jika ia sendiri.
Rita menggenggam tangan Ana, mengelusnya untuk menyalurkan kasih sayangnya. Bisa ia lihat jika gadisnya ini sedang tidak baik-baik saja. Ia terlihat murung selama acara pernikahannya. Ada apa dengannya?, apa mungkin ia sedang terharu dengan pernikahannya atau sedang bersedih karena harus berpisah darinya?
"Berhenti memasang wajah kusut ini. Kecantikanmu jadi berkurang dengan wajah itu" kata Rita. Ana tersenyum kecil, berusaha menunjukan jika ia baik-baik saja.
"Kamu terlihat luar biasa dengan penampilan ini, wajar Nak Raga mencintaimu" Rita merapikan anak rambut Ana. Ana masih tersenyum, berusaha agar Bundanya tidak curiga. Walaupun sejujurnya ia risih dengan penampilannya saat ini. Seumur hidup, mungkin ini pertama kalinya ia menunjukan keseluruhan wajahnya dikeramaian. Rambutnya yang setiap saat ia gerai untuk menutupi wajah, kini telah disanggul keatas, menunjukan bagaimana bentuk wajahnya yang sebenarnya. Ibu lelaki itu mengabaikan usulannya untuk menggerai rambutnya.
"Kenapa kamu sendiri, dimana Nak Raga? Ibu mau pamitan" Rita mengedarkan pandangan mencari sosok lelaki rupawan itu.
"Dia menerima Telphon sebentar Bunda" kata Ana yang jelas berbohong. Ia sendiri tidak tahu lelaki itu pergi kemana. Setelah Ayah dan lbunya pamit kebelakang, dia langsung berlalu begitu saja, meninggalkan dirinya disini tanpa berkata apa-apa. Mungkin dia telah pulang atau sedang mencari udara segar untuk menenangkan pikirannya. Apapun itu, yang pasti untuk menghindari keberadaannya.
"Seharusnya dia tidak meninggalkanmu, dia bisa menerima Telphon disini"
"Telphon penting Bunda, disini ribut. Tidak perlu menunggu, mungkin dia akan lama, Ana akan mengantar Bunda ke depan"
Ana mengajak Rita untuk meninggalkan gedung, berniat mengantarkan bundanya kedepan, ia tahu jika sopir untuk mengantar Bundanya sudah menunggu didepan. Keluarga lelaki itu menyiapkan segalanya dengan sempurna.
"Nak Raga" Bundanya menghentikan langkah. Ana melempar pandangan kearah pandangan Bundanya. Disana, Raga sedang berjalan cepat menuju dirinya dan Bundanya. Dari mana saja lelaki itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera di Batas Senja (TELAH TERBIT di LOVRINZ)
Romance" Waktumu 5 bulan, selama itu silahkan nikmati hidupmu sebelum kamu merangkak pergi dari hidupku" Ana terdiam, kembali menunduk. Ia sudah menyangka jika ini pasti terjadi. Lelaki itu tidak mungkin bisa menerimanya begitu saja. Tetapi mengapa sayata...