Makan malam keluarga.
Satu hal sederhana yang bermakna luar biasa, hal sederhana yang diharap mampu semakin merekatkan tali sitaruhmi antar keluarga. Seumur hidup, Ana belum pernah menjalani kegiatan istimewa tersebut, kecuali malam itu, ketika kehadirannya berhasil mengacauakan makna makan malam yang sesungguhnya.
Dan malam ini adalah kedua kalinya ia menginjakkan kaki dirumah megah ini untuk menghadiri acara makan malam keluarga. Bolehkah ia berharap lebih, agar malam ini tidak ada yang kecewa karena keberadaannya.
Ana sedikit bernafas lega ketika bayangannya salah, hal yang paling ia takuti selama didalam bus menuju kesini ternyata tidak ada. Karena alih-alih menemukan suasana ramai, ia justru hanya mendapatkan Ayah, Ibu dan Oma Raga yang berada disini, menyambut kehadirannya dengan gembira.
Wanita tua yang dipanggil Raga Oma itu ternyata wanita luar biasa baik, sama baiknya dengan anaknya, Sinta. Dia menerima kehadiran Ana dengan suka cita. Dia bahkan langsung memeluknya begitu Ana memasuki rumah megah ini.
Ada rasa hangat didalam sana ketika kehadirannya kembali diterima dengan gembira. Demi Tuhan, Ana tidak akan pernah melupakan kebaikan mereka jika nanti waktunya untuk pergi sudah tiba.
Ana tersenyum tulus ketika Bik Asih meletakan makanan di atas meja. Sebenarnya ia ingin membantu, tetapi niatnya langsung dihentikan oleh lbu dan Oma Raga. Padahal sebenarnya ia jauh lebih nyaman jika berada didapur bersama Bik Asih dibanding duduk dengan canggung dimeja makan ini, dikelilingi oleh manusia-manusia sempurna.
“Dimana Sania dan david? kenapa lama sekali. Apa kamu sudah coba hubungi?” itu suara omanya yang berada diujung meja.
“Sudah Bu, sebentar lagi pasti datang, orang rumahnya disamping juga” jawab Ibu Raga yang mendudukan diri disamping kiri Ana. Sedangkan Ayah Raga berada di samping kiri Sinta.
Ana terdiam ketika Raga menduduki kursi yang tepat berada disamping Omanya. Berhadapan langsung dengan sang Ayah dan Membiarkan kursi di samping Ana kosong begitu saja. Walau begitu Ana tidak merasa kecewa. Setidaknya selama beberapa jam belakangan Raga bersikap biasa, seakan tidak ada masalah apapun didalam pernikahannya. Mungkin dia sedang melindungi kebahagiaan sang Oma. Walau Ana tahu jika lelaki itu sangat terpaksa berada disini, terbukti dengan rautnya yang tidak pernah menunjukan raut bahagia. Berbanding terbalik dengan orang-orang disekitarnya.
“Kenapa disini, tempatmu disamping Ana. Pengantin baru tentu tidak boleh jauh-jauh” kata Omanya.
Raga tersenyum kecil. Sedangkan Ana langsung menunduk menghindari tatapan dari siapapun.
“Raga merindukan Oma. Kata Mama, Oma masak sup kesukaan Raga ya? Mana, Raga tidak sabar ingin menghabiskannya” kata Raga lalu mengedarkan pandangan kemeja makan. Terlihat sekali jika dia sedang berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
“Iya, sedang dipanaskan sama Bik Asih. Tenang saja, nanti Oma ajari Ana untuk masak sup kesukaan kamu” Raga terdiam dan tidak lagi menanggapi.
“Kak Ana...” Suara antusias dari arah pintu mengalihkan perhatian seluruh pasang mata di meja makan.
Seorang bocah SMP, Gama, Sedang berjalan cepat untuk menuju meja makan. Diikuti oleh kedua orang tuanya.“Aku malah berniat tidak datang tadi, Aku nggak tau kalau kak Ana juga datang. Wahh, berarti malam ini lengkap dong” kata Gama setelah mendudukan diri dihadapan Ana.
Dan Ana hanya mampu tersenyum kecil sambil sesekali menunduk. Sapaan Orang tua Gama hanya ia balas dengan anggukan dan senyuman kecil.
Rasa takut dan gugup kembali menghampiri. Ia merasa canggung berada diantara mereka yang sempurna. Karena Pertemuan terakhir mereka tidak berakhir baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera di Batas Senja (TELAH TERBIT di LOVRINZ)
عاطفية" Waktumu 5 bulan, selama itu silahkan nikmati hidupmu sebelum kamu merangkak pergi dari hidupku" Ana terdiam, kembali menunduk. Ia sudah menyangka jika ini pasti terjadi. Lelaki itu tidak mungkin bisa menerimanya begitu saja. Tetapi mengapa sayata...