37

5.4K 386 4
                                    


Waktu sudah menunjukan pukul 7 malam ketika Ana berdiri di depan pintu Apartement. Sudah 5 menit ia disana. Langkahnya untuk memasuki atpartement terpaksa terhenti ketika kalimat demi kalimat dari Meyra kembali menghampiri.

Raga pasti sudah berada di dalam Apartement. Hampir 2 Minggu tinggal di bawah atap yang sama membuat Ana mengerti jika Raga jarang sekali menghabiskan waktu diluar selain ke kampus. Setelah kuliah selesai, dia akan langsung kembali ke Apartement. Mengerjakan Skripsinya didalam kamar atau bermain game di depan tv ruang keluarga.

Ana menghela nafas, lalu membuka pintu Apartement. Mengabaikan bisikan hati yang mengatakan jika kehadirannya hanya akan membuat lelaki itu merasa takut.

Ana menghentikan langkah ketika pandangannya bertemu dengan pandangan Raga yang baru saja keluar dari dalam kamar.

Raga memenjarakan Ana dengan netranya, tatapannya berhenti cukup lama di dahi, menatap luka yang sudah tertutup perban.

Ana menunduk untuk menghindari tatapan Raga. Raga tidak seharusnya menatapnya dalam waktu yang lama jika dia sedang ketakutan.

“Aku... Aku akan ke kamar” kata Ana lalu melanjutkan langkah hingga akhirnya menghilangkan diri dibalik pintu kamar. Meninggalkan Raga yang masih terpaku di tempatnya.

Ana berjalan mendekati cermin, melihat bayangan dirinya disana. Untuk memastikan, Apa benar jika dirinya semenakutkan yang dikatakan Meyra.

Ana mengikat rambut panjangnya sehingga membuat bekas luka itu terlihat dengan jelas di seluruh pipi kirinya.

Iya, ternyata bekas lukanya memang mengerikan. Wajar saja jika Raga mengaku ketakutan setiap melihatnya. Lalu ia harus bagaimana? Bekas lukanya belum juga menghilang walau sudah bertahun tahun ia obati. Bekasnya tetap saja  enggan meninggalkan. Sama seperti kenangan kejadian itu.

Ana terkejut ketika pintu kamarnya terbuka dan memunculkan sosok Raga disana. Dia berdiri terpaku didepan pintu dengan netra yang tidak melepaskannya.

Ana langsung melepas ikatan rambutnya. Tidak ingin membuat Raga semakin ketakutan ketika melihat keseluruhan wajahnya.

“Ada apa tuan?” Tanya Ana yang merasa heran dengan kehadiran Raga, karena sebelumnya lelaki ini tidak pernah sekalipun memasuki kamarnya.

Raga melempar kotak P3k ke sofa didekat Ana.

“Obati lukamu, jangan sampai meninggalkan bekas” kata Raga

Ana melihat kotak P3k didekatnya dalam waktu cukup lama dengan perasaan sesak. Apa lelaki ini takut jika bekas luka didahi akan membuat wajahnya terlihat semakin menakutkan?

“Lukanya tidak parah, bekasnya juga tidak akan mengerikan. Lagi pula ini sudah di obati” kata Ana menyentuh perban didahi.

“Aku Cuma nggak mau orang tuaku berpikiran yang tidak-tidak tentang lukamu. Aku tidak mau kembali disalahkan karena dirimu” kata Raga dengan suara datar sembari menatap Ana.

Ana mengangguk pelan.

“Iya, nanti akan aku obati. Tuan tidak perlu mengkhawatirkan apapun. Kalaupun nanti tuan dan nyonya menanyakan, aku akan menjelaskan semuanya dengan baik. Aku berjanji, tidak akan membuat tuan kembali disalahkan karena diriku” jawab Ana sembari menunduk.

Raga terdiam sembari memandang gadis dihadapannya yang selalu menghindari tatapannya.

“Baguslah” jawab Raga lalu berbalik untuk meninggalkan.

“Tuan..”

Raga menghentikan langkah ketika suara Ana kembali terdengar. Raga membalikkan badan dan melihat Ana sedang memandangnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Lentera di Batas Senja (TELAH TERBIT di LOVRINZ)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang