Ana memasuki Apartement dengan membawa beberapa tangkai bunga mawar putih yang ia petik dari taman belakang panti. Bunga ini akan ia letak kan didalam kamar dan diatas meja ruang tamu. Ruangan yang jarang sekali di tempati oleh Raga.
Langkah Ana berhenti ketika netranya menemukan sosok yang ada dalam pikiran sedang berada di ruang tamu. Meringkuk dengan memeluk tubuh di atas sofa.
Ana mengerutkan dahi ketika melihat ada yang berbeda dengan raut Raga. Wajahnya pucat dan seperti kedinginan.
Ana meletakan Bungan mawar diatas meja lalu dengan ragu berjalan untuk mendekat. Ia memperhatikan wajah Raga yang pucat. Dia terlihat gelisah dalam tidurnya, dahinya berkerut menunjukan jika dia sedang bermimpi buruk.
Dengan reflek Ana menggenggam tangan Raga, berusaha untuk menenangkan dan mengusir mimpi apapun yang sedang menyinggahi tidur lelaki yang ia sukai ini.
Seperti dulu, cara ini masih saja berhasil. Raga sudah kembali tenang dalam tidurnya. Tetapi berbeda dengan Ana, ia mengerutkan dahi ketika merasakan hawa panas berhasil menjalari tangannya.
Demam.
Suaminya sedang demam. Wajar saja mengapa wajahnya terlihat pucat.Ada apa dengan Raga, mengapa dia bisa sampai demam begini? Lagi pula jika sedang tidak baik-baik saja mengapa dia memilih tidur di sofa ruang tamu dengan baju yang lembab. Apa dia berkeringat sebanyak ini?
Ana mengedarkan pandangan ketika tidak tahu harus melakukan apa untuk lelaki dihadapannya ini. Haruskah ia membangunkannya atau cukup ia kompres disini? Tetapi bagaimana dengan pakaian Raga? Demamnya akan semakin tinggi jika tidak segera di ganti.
Ana kembali memandang wajah Raga ketika tidak menemukan apapun yang dapat menolongnya. Dan ia langsung tersentak ketika mendapati tatapan yang sulit diartikan dari lelaki dihadapannya.
Ana langsung menarik tangan dari tangan Raga. Ia gelagapan saat ketahuan sedang menggenggam Raga. Setelah ini Lelaki itu pasti akan semakin membencinya. Buktinya sekarang saja lelaki itu tidak memutuskan pandangan dari dirinya.
“Maaf, tadi tuan sepertinya mimpi buruk” kata Ana lalu memilih berdiri ketika ia terlalu dekat dengan Raga.
Raga hanya terdiam masih menatap Ana. Seperti tidak percaya dengan apa yang sedang ia lihat. Perempuan yang berhasil membuatnya kalang kabut semalaman telah berdiri dihadapannya dalam keadaan baik-baik saja. Dia masih memilih untuk kembali setelah membuat ia ketakutan setengah mati.
Raga berusaha bangun dari tidurnya. Mengabaikan rasa dingin yang tiada henti menyerangnya. Dan kini rasa pusing, lemas dan sakit di seluruh badan juga ikut menyerbunya.
Demam. Astaga, ia tidak menyangka jika penyakit itu bisa menyerangnya disaat banyak hal yang harus ia lakukan. Ini pasti karena kehujanan dan lupa mengganti baju.
Ia tertawa didalam hati ketika mengingat bagaimana bodohnya ia tadi malam. Ia bahkan tidak tahu bagaimana terburu-burunya ia keluar dari dalam kamar mandi ketika mendengar handphone berbunyi. Ia pikir itu telphon dari siapapun yang mengabarkan keberadaan Ana tetapi ternyata hanya telphon dari Meyra, kekasihnya yang menanyakan mengapa ia tidak mengabarinya untuk hari ini.
Setelah menerima telphon, ia hanya berdiri mondar mandir di ruang tamu hingga pagi. Ia membaringkan tubuh di sofa ketika rasa pusing mulai menyapanya, lalu berakhir ketiduran yang terpaksa menemukan ia kembali dengan mimpi buruk itu. Mimpi yang sudah hampir dua Minggu ini tidak mengunjungi tidurnya.
Akhirnya Raga berhasil berdiri dihadapan Ana, kembali menatap gadis yang sedang menunjukan wajah khawatir.
“Dari mana saja kamu? Jika sudah pergi kenapa harus kembali lagi?” tanya Raga dengan raut pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera di Batas Senja (TELAH TERBIT di LOVRINZ)
Romance" Waktumu 5 bulan, selama itu silahkan nikmati hidupmu sebelum kamu merangkak pergi dari hidupku" Ana terdiam, kembali menunduk. Ia sudah menyangka jika ini pasti terjadi. Lelaki itu tidak mungkin bisa menerimanya begitu saja. Tetapi mengapa sayata...