31

6.1K 391 7
                                    

“Lihat, anak Ayah cantik sekali. Rasanya Ayah ingin menyembunyikan kecantikan ini untuk Ayah sendiri. Atau kamu tidak perlu pergi ke sekolah, biar Ayah aja yang menjadi gurumu disini. Ayah akan mengajarkan apapun yang ingin kamu ketahui dan Ayah akan menjawab apapun yang otak kecilmu ini tanyakan” kata Ayahnya sambil menatap pantulan dirinya dicermin dengan seragam merah putihnya.
Ana memberengut mendengar kalimat yang dilontarkan oleh Ayahnya.

“Nggak mau, Ana malas kalau Ayah yang ngajari, pasti nanti disuruh gambar gunung lagi, padahal Ana udah bisa gambar gunung sejak TK”

Ayahnya tertawa gemas mendengar tanggapannya. Ia menciumi pucuk kepalanya berkali-kali. Hal yang tidak pernah absen dilakukan olehnya  ketika ia sedang berdiri didepan cermin, mengecek kerapian seragam merah putihnya. Dan di dapur sana, sudah bisa dipastikan jika senyuman lbunya sedang merekah mendengar pembicaraan antara ia dan Ayahnya.

Ana tersenyum kecil mengenang masa bahagia itu. Masa dimana semuanya masih sempurna, masa ketika ia masih memiliki alasan untuk mendefinisikan makna bahagia.

Kebahagiaan sederhana yang tidak lagi mampu untuk diraba. Keberadaannya sudah terlalu jauh untuk sekedar disapa, tertimbun oleh waktu dan debuan luka.

Ia sempat begitu disayang sebelum akhirnya dunia dan seisinya meninggalkannya. Menyisihkan kisahnya kedalam ruang sunyi dengan kesepian yang nyata.

Ana berdiri di depan cermin besar didalam kamar, menatap pantulan dirinya disana. Ia meraba pipinya. Bekas luka ini masih terlihat dengan jelas, persis seperti bayangan kejadian itu, masih saja setia melambai walau ia sudah bersembunyi dalam seretan langkah.

Ana menghela nafas, lalu kembali untuk tersenyum manis. Berusaha mengusir bayangan masa silam.
Karena terkurung dan mendekam abadi di kisah yang lalu bukanlah pilihan yang harus ia ambil saat ini. Ia harus menjadi Ariana yang kuat seperti yang selalu diharapkan oleh Ayah dan lbunya dulu.

Setelah semalam suntuk mencoba mencari jalan keluar dari kisah berbelit ini, akhirnya Ana mencoba Berdamai dengan keadaan dan berhenti menyalahkan diri sendiri. Bukankah Tuhan tidak pernah salah dalam melukiskan takdir. Jadi, biarkan segalanya Tuhan yang menentukan. Ia akan mengikuti alur hidup yang diinginkan olehnya.  Sampai nanti ia harus berhenti dan mengaku mengalah.

Sekali lagi Ana melihat pantulan dirinya dikaca.  Kemeja lengan panjang, rok lipit semata kaki dengan rambut yang dibiarkan terurai seperti biasanya. Ana meninggalkan kaca besar didekat lemari kekasih Raga, lalu mengambil tas selempang usang yang selalu ia bawa. Setelah meminta ijin libur selama 5 hari, hari ini ia harus kembali bekerja jika tidak ingin dipecat begitu saja.

Ia harus bertahan hidup seperti biasanya. Menikah dengan Raga bukan berarti membuat dirinya meninggal pekerjaan sebelumnya. Ia memiliki kebutuhan yang tidak akan ia bebankan kepada siapapun. Lagi pula keberadaannya disini hanya sementara dan menumpang seperti yang dikatakan oleh Raga. Ia tidak akan menyusahkan siapapun lagi, termasuk orang tua Raga. Sudah cukup, ia tidak lagi akan mengacaukan hidup orang-orang baik itu.

Ana membuka pintu kamar. Ia kembali terpaku ditempat ketika menemukan Raga disana.

Manusia bak malaikat itu sedang memejamkan mata diatas sofa tepat didepan pintu kamarnya. Sejak kapan lelaki itu tidur disana? Dan mengapa ia memilih tidur disana? Ahh.. pasti karena pemikirannya yang sedang berkabut membuatnya susah tertidur dan akhirnya ketiduran si sofa.

Lagi dan lagi itu karena dirinya. Seperti ada hantaman keras dirongga dada, rasa sesak yang sempat ia sisihkan kini kembali menyapanya. Walau begitu, ia tidak melepaskan pandangan dari raut Raga. Suaminya..

Lelaki itu benar-benar sempurna, Tidak ada cela dalam garis hidupnya sebelum bertemu dengan dirinya. Bukankah hidup tidak ada yang sempurna. mungkin kini Tuhan sedang menunjukan sisi ketidaksempurnaan Raga dengan menjadikan dirinya sebagai istrinya, wanita buruk rupa dengan garis hidup yang jauh dari kata baik-baik saja.

Lentera di Batas Senja (TELAH TERBIT di LOVRINZ)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang