Tidak banyak hal yang dapat dilakukan didalam kegelapan selain terdiam, menikmati segala pekat yang menghampiri. Segalanya tertutup kabut malam, membutakan segala pandangan.
Sehingga banyak orang yang mengartikan jika kegelapan adalah lambang dari kehancuran, kesendirian dan keputusasaan. Banyak yang membenci kegelapan karena terang terasa lebih menyenangkan.
Tetapi berbeda dengan Ana, ia menyukai kegelapan. Karena sudah lama ia berteman dengan gulita. Karena kenyataannya kegelapan tidak semenakutkan yang mereka katakan. Kegelapan tidak sekejam yang mereka tuduhkan.
Dahulu sekali, kegelapanlah yang kerap menyembunyikan tangisannya. Hanya kegelapanlah yang bersedia menemani kala kehancuran itu menghampirinya. Hanya kegelapanlah yang sudi mengulurkan tangan disaat dunia luar senang berlomba-lomba untuk mengusirnya.
Tetapi Ana tidak pernah menyangka jika kegelapan akan turut membantunya kali ini juga. Menyembunyikan diri dan orang yang ia sukai.
Disini, digudang lama Fakultas Kedokteran. Gudang yang sudah tidak terpakai sejak lama. Gudang yang mungkin Mahasiswa Kedokteran saja tidak tahu jika gudang ini pernah ada.
Dan Ana berdoa semoga Laura menjadi salah satunya.Sepertinya do'a Ana kembali didengar tuhan, karena sudah 5 jam berada disini, tanda-tanda Laura datang menghampiri belum juga terdengar. Ia bersyukur untuk itu.
Ana mengedarkan pandangan ke segala sudut gudang. Hanya kegelapan yang menyapa. Ana tersenyum ketika keping kenangan itu kembali menghampiri, yang seketika berhasil menghangatkan hati.
Ana mengalihkan pandangan kewajah rupawan milik Raga yang berada dibahunya. Kepala lelaki itu sudah dari beberapa jam yang lalu bersandar disana. Jelas bukan Ana yang melakukannya tetapi Raga yang secara tidak sadar bersandar disana.
Hembusan nafas teratur milik Raga kini terasa hangat dibahu Ana. Ini membuktikan jika Raga telah terlelap dengan sempurna.
Ana menghela nafas panjang, memikirkan kira-kira rencana apa yang sebenarnya direncanakan oleh Laura. Mengapa ia membuat Raga bisa sampai kehilangan kesadaran seperti ini? Apa dia sedang berusaha menjebak Raga? Tetapi Bukankah gadis itu mengaku mencintai? Kalau memang dia mengaku mencintai lalu mengapa ia berniat untuk melukai?
Apa mencintai memang segila itu? Tetapi mengapa hal itu tidak berlaku dengannya? Ia hanya ingin Raga bahagia. Karena Itu sudah cukup untuknya.
Ana menatap tangan yang sedang digenggam erat oleh Raga. Enggan melepaskan sedari tadi. Lelaki inilah yang mengajarkan bagaimana rasanya menyukai yang teramat besar walaupun dia tidak pernah menunjukan bagaimana rasanya disukai.
Ck, mustahil rasanya lelaki sempurna ini menyukainya, bahkan Ana yakin jika Raga sadar, kemungkinan besar dia akan kabur ketakutan melihat wajahnya.
Maka dari itu Ana berharap Raga tidak perlu melihat dirinya, dia tidak perlu menyadari keberadaannya agar ia bisa menyukai sesukanya, agar Ana dapat mengagumi sepuasnya.
Tugas Raga hanya perlu bahagia, cukup tersenyum dan mengukir tawa setiap saatnya, agar Ana dapat menikmati tawa itu lalu akan ia simpan untuk dirinya ketika merindu nanti.
Menepis lamunan yang berbelit-belit dipikiran, Ana memandang jam yang melingkar indah dilengan Raga. 04.15 pagi. Berarti sudah 5 jam lebih ia dan Raga bersandar didinding dingin gudang tersebut. Rasanya mustahil jika Laura masih berkeliaran disini. Mungkin sudah saatnya Ana membawa tubuh Raga keluar dari ruangan yang sempit ini.
Ana mengangkat kepala Raga dari bahunya lalu menyenderkan kedinding. Ia berusaha bangun berniat untuk melihat situasi diluar gudang tetapi gagal ketika tautan tangan itu semakin mengerat. Ana menoleh, menatap wajah terpejam milik Raga. Aneh, kenapa dia bisa menggenggam begitu kuat ketika dia sedang kehilangan kesadaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera di Batas Senja (TELAH TERBIT di LOVRINZ)
Romance" Waktumu 5 bulan, selama itu silahkan nikmati hidupmu sebelum kamu merangkak pergi dari hidupku" Ana terdiam, kembali menunduk. Ia sudah menyangka jika ini pasti terjadi. Lelaki itu tidak mungkin bisa menerimanya begitu saja. Tetapi mengapa sayata...