48

7.4K 443 13
                                    

Raga berlari memasuki rumah sakit dimana kekasihnya sedang dirawat. Wanita yang ia cintai itu sedang terkapar disana. Dan sialnya, itu semua karena dirinya.

Andai ia bersedia memenuhi keinginan gadis itu, mungkin kekasihnya tidak perlu berakhir ditempat ini. Andai saja semalam ia tidak perlu mengutamakan Ana dan mengabaikan kekasihnya, kejadiannya tidak akan seperti ini, Meyra tidak perlu pergi bersama teman lelakinya yang akhirnya kecelakaan dan terpaksa dirawat disini.

Raga tidak bisa berhenti menyalahkan diri sendiri ketika membayangkan bagaimana raut yang selalu ceria itu berubah pucat.

Kekasihnya tidak terbiasa terluka, dia hanya biasa dikelilingi bahagia. Karena itu, selama satu tahun ini Raga selalu memastikan jika gadis itu tetap bahagia. Dia kerap mengalah demi melihat senyuman diwajah Meyra.

Dan rasanya tidak pernah sekalipun ia mengeluarkan kata kasar untuk dia, ia selalu mengutamakan apapun yang diinginkan oleh Meyra. Bahkan ia tidak pernah membatasi pergaulan Meyra, Raga selalu mengijinkan setiap kali Meyra ingin keluar bersama teman lelakinya. Dan Raga mengartikan jika semua itu terjadi karena ia terlalu mencintai Meyra, sehingga melihat tawanya jauh lebih penting dibandingkan apapun.

Tetapi kali ini, wanita yang dia cintai itu harus terluka karena dirinya. Karena kebodohannya yang kerap mengkhawatirkan Ana terlalu berlebihan. Entah untuk alasan apa, ia juga tidak tahu. Mungkin karena Raut terluka yang kerap dia tunjukan kini berhasil menyakiti dirinya.

Raga mengatur nafas ketika netranya berhasil menemukan kamar rawat, dimana kekasihnya sedang berada. Ia mencoba melupakan apapun tentang atna, karena gadis itu tidak seharusnya memenuhi pikirannya disaat ada Meyra yang sedang terluka karena dirinya.

Raga mendekati kamar rawat Meyra. Rasa bersalah semakin menjadi. Dan bodohnya, ia mulai kebingungan untuk menempatkannya dimana. Ia mulai risau ketika tidak tahu, rasa bersalah yang sedang ia rasa tertuju entah untuk siapa. Meyra atau Ana?

Raga berusaha fokus ketika dari balik pintu ia dapat menemukan raut pucat dari kekasihnya. Disana, dia sedang bersama Ayahnya dan Alex, kakak laki-laki Meyra yang lebih banyak menghabiskan waktunya di Amerika, mengurus perusahan keluarganya disana.

Mereka terlihat sedang serius membicarakan sesuatu, raut marah dan murka tidak bisa disembunyikan dari wajah Ayah dan kakak Meyra. Apa yang sedang mereka bicarakan?

Walau begitu, Raga tidak ragu sama sekali. Ia tahu jika Mereka adalah orang-orang yang baik, karena mereka tetap menerima keberadaannya walau mereka kerap mendapatkan perlakuan tidak baik dari orang tuanya. Bahkan rencana pernikahan yang disampaikan oleh Meyra, diterima dengan perasaan bahagia dari mereka semua. Dan dia selalu meyakinkan diri, jika keputusannya untuk masuk kedalam lingkaran mereka bukanlah sebuah kesalahan.

Raga membuka pintu secara perlahan, tidak mau menghentikan apapun yang sedang mereka bicarakan. Karena jika dilihat dari raut mereka, sepertinya pembicaraan itu serius. Apa itu tentang kondisi Meyra?

Dan Raga berhasil terpaku disana. Apapun yang sedang dibicarakan oleh mereka menjadi alasannya. Hal yang baru saja ia dengar berhasil menahan langkah kakinya untuk semakin mendekat.

Jantungnya berhenti berdetak sebentar sebelum akhirnya berdetak cepat tanpa mengenal tempo, dan itu terasa menyakitkan. Ia mengepalkan tangan ketika tidak tahu harus berbuat apa. Ia tidak bisa berlalu dari sana ketika segalanya terasa terlalu mengejutkan untuknya.

Rencana yang sedang mereka susun berhasil menakutinya, dan rasa takut ini jauh lebih menakutkan dari ketakutan sebelumnya. Membayangkan apa yang sedang mereka bicarakan membuat ia kesulitan untuk menghela nafas.

Kenapa mereka harus melakukan itu semua? Apa itu semua karena rencana yang pernah ia katakan kepada Meyra? Apa mereka akan Setega itu? Dan... Kenapa ia harus setakut saat ini? Bukankah seharusnya ia berterimakasih dan membantu rencana mereka?

Lentera di Batas Senja (TELAH TERBIT di LOVRINZ)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang