Raga memasukan tangan ke saku celana selututnya sembari Menatap malam dari atap rumahnya yang di jadikan taman oleh lbunya.
Raga menghela nafas berkali-kali untuk mengendalikan emosi yang sudah ia rasakan sejak menatap si brengsek itu. Sial, untuk apa dia datang ke acara makan malam keluarga, padahal sudah bertahun-tahun dia melupakan apapun tentang keluarga.
Jika ia tahu si berengsek itu memunculkan diri, ia tidak akan Sudi menghadiri acara keluarga ini, tidak perduli walau Oma akan memarahinya. Karena satu ruangan dengan lelaki itu bukanlah pilihan yang baik. Lelaki itu selalu berhasil memancing emosinya.
Dan Raga harus mengepalkan tangan dengan kuat ketika segalanya ternyata percuma. Karena kini sumber emosinya telah ikut berdiri disampingnya dengan kupluk Hoodie hitam yang dibiarkan menutupi kepalanya.
“Pergi, gua nggak mau buat kegaduhan” kata Raga dengan nada datar dan dengusan kasar menjadi jawaban dari Bara.
“Apa tujuan Lo nunjukin diri dirumah gue?” Tanya Raga.
“Menghadiri acara makan malam keluarga, memangnya apa lagi? Karena sejauh ini, Mereka yang dibawah sana masih menganggap gue keluarga” jawab Bara.
“Setelah bertahun-tahun melupakan apa itu makna keluarga, Lo berharap gue masih percaya dengan apa yang lo katakan?”
“Dan Lo tentu belum lupa siapa yang menjadi penyebab itu semua. Lo menghancurkan jalan yang udah gue tempuh sejauh ini” ucap Bara.
Raga mengepalkan tangannya dengan kuat didalam saku celana.
“Gue nggak percaya hidup gue jadi tak tentu arah karena pengecut kayak lo” kata Bara. Yang langsung dihadiahi oleh Raga dengan tarikan dihoodie-nya dan mendorong tubuh Bara ke palang penghalang atap.
Bara yang sudah disudutkan bukannya takut, ia justru melempar senyuman sinis.
“Kenapa? Mau bunuh gue juga? Belum puas dengan satu nyawa yang udah lo lenyapkan” kata Bara dengan wajah serius.
Raga semakin menekan tubuh Bara. Meluahkam segala emosi yang kali ini terasa sulit untuk ia reda.
“lya, rasanya gue ingin menghabisi Lo sekarang juga. Jangan lupakan kalau Lo yang menjadi penyebab dia kehilangan nyawanya, jangan berpura-pura bodoh jadi manusia” uca Raga dengan raut kemarahan yang nyata.
“Gue mencintai bukan membunuh. Kalau aja saat itu Lo nggak jadi pelindung sialan dan bawa dia ke Amerika, dia nggak akan meninggal. Kalau dia tetap disini, kami pasti masih bersama, dia nggak akan mati dengan cara menyedihkan. Jadi disini, Lo lah pembunuh yang sesungguhnya” ucap Bara dengan tatapan membunuh.
Raga semakin mencekik tenggorokan Bara. Tidak membiarkan lelaki itu melanjutkan apapun yang ingin dia sampaikan. Karena semua kalimatnya terasa menyakitkan untuk ia dengar.
“Lo membunuh wanita yang gue cintai” ucap Bara dengan mata berkaca-kaca.
“Dan kabar baiknya, wanita itu adalah adik Lo sendiri. Dan kabar bagusnya lagi setelah kejadian itu Lo dilindungi oleh mereka dibawah sana. Bagi mereka trauma Lo jauh lebih penting dari pada menyelidiki siapa pembunuh kekasih gue. Dimana letak keadilan di keluarga ini?” kata Bara dengan suara serak. Dia marah dan merasa sesak diwaktu bersamaan.
“Gue bawa dia pergi karena ingin melindungi dia dari manusia bodoh seperti lo, karena hanya manusia tidak tahu malu yang mencintai sepupunya sendiri. Jadi Jangan lupa, kalau disini Lo lah manusia yang paling bejat”
Bara terdiam begitupun dengan Raga. Tatapan marah dan hancur dari dua pasang mata itu tidak bisa disembunyikan. Ada luka dari setiap pandangan.
“Apa salahnya, kami saling mencintai. Layaknya Lo dengan kekasih Lo yang menghalalkan segala cara untuk dapat bersama, tidak perduli dengan gadis dibawah sana yang tengah terluka” Kata Bara dengan tegas yang berhasil membuat Raga mengerutkan dahi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera di Batas Senja (TELAH TERBIT di LOVRINZ)
Roman d'amour" Waktumu 5 bulan, selama itu silahkan nikmati hidupmu sebelum kamu merangkak pergi dari hidupku" Ana terdiam, kembali menunduk. Ia sudah menyangka jika ini pasti terjadi. Lelaki itu tidak mungkin bisa menerimanya begitu saja. Tetapi mengapa sayata...