Cinta itu akan tumbuh seiring berjalannya waktu dan Rasa itu akan hadir ketika dua manusia terlalu banyak menghabiskan waktu bersama.
Ana sering mendengar dan membaca kalimat indah tersebut. Tetapi ternyata itu tidak berlaku untuk manusia seperti dirinya.
Karena kenyataannya, ia tetap saja dianggap tidak ada walau sudah puluhan hari mereka lewati bersama. Dirinya masih saja tidak berarti apa-apa walau tidak sedikit waktu yang sudah dihabiskan bersama.
Satu bulan.
Iya, pernikahan itu sudah berjalan selama satu bulan. Tetapi rasanya tidak ada yang berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Hubungan itu masih tetap ditempat yang sama, tidak bisa kemana-mana ketika satu kaki enggan untuk melangkah.
Lagi pula, walau ribuan hari mereka lewati bersama, rasa itu tidak mungkin ada dihati Raga. Cinta itu mustahil hadir untuk Ana ketika segalanya telah Raga serahkan untuk Meyra.
Raga atau lelaki manapun tidak mungkin menaruh rasa kepada manusia seperti dirinya. Tidak ada alasan apapun yang bisa membuat dirinya dicintai seperti yang lainnya. Karena, semua yang melekat pada dirinya adalah kesialan, yang membuat siapapun akan berlomba-lomba untuk menjauh darinya.
Seperti biasa, ketika sesak itu mulai menyapa, maka dengan cepat Ana membisikan jika segalanya akan baik-baik saja. Semua akan berakhir dengan ending yang sempurna. Sesuai rencananya, Raga akan bahagia. Walau mungkin saat itu, Ana sedang kewalahan untuk menatap dunia. Atau sedang terkurung dalam labirin kehilangan. Kembali menangisi takdir untuk yang kesekian kalinya.
Ana terperanjat dan keluar dari lamunannya ketika sebuah tangan mengelus punggungnya. Ia menoleh dan mendapati mertuanya sedang tersenyum disampingnya.
Ya Tuhan, sudah berapa lama sebenarnya ia melamun sehingga membuatnya lupa jika lbu Raga sudah disini bersamanya. Di ruang keluarga Apartement Raga.
“Kenapa? Ada yang sedang kamu pikirkan?” Tanya Sinta dengan lembut.
Ana tersenyum kecil lalu menggeleng pelan.
“keningmu berkerut dari tadi, jangan menyimpan apapun sendiri disaat ada aku yang siap dibagi hal apapun” kata Sinta seakan tidak percaya dengan gelengan kepala Ana.
“Tidak ada Bu, aku baik-baik saja. Aku hanya sedang khawatir, bagaimana jika tuan Raga tidak suka dengan makanan yang baru kita masakkan” kata Ana yang tidak sepenuhnya berbohong. Karena dibalik semua lamunannya, ada sedikit rasa takut lelaki itu akan kembali membuang makanan yang ia masakakan seperti sebelumnya.
Sebenarnya dia tidak apa – apa jika semua itu benar terjadi, tetapi bagaimana dengan lbu Raga? Ana tidak mau Raga kembali mengecewakan lbunya karena dirinya.
“Biasanya setiap pulang dari kampus dia akan melahap makanan apapun yang ada di meja makan. Jadi jangan khawatir, kali ini pun dia akan menghabiskan semua makanan yang kita masakkan. Meja makan itu akan kosong begitu dia tiba” kata Sinta yang ditanggapi Ana dengan senyuman.
“Sinian, ibu mau menunjukan sesuatu sama kamu” kata Sinta sambil mengambil album besar dari atas meja yang baru dia ambil dari dalam kamar Raga.
Ana menurut, ia semakin mendekat sembari menatap penasaran dengan album yang dipangku oleh Sinta.
Dan ia langsung tersenyum ketika rasa hangat itu berhasil menjalari hati. Ada Raga kecil yang terlihat menggemaskan di lembaran pertama. Dia sedang tertawa, dengan bangga memamerkan gigi ompongnya.
“Bukankah suamimu terlihat menggemaskan disini? Dia terlalu percaya diri dengan gigi ompongnya” kata Sinta yang langsung diangguki oleh Ana.
“Ini ketika dia berusia 4 tahun. Saat itu, dia selalu berhasil membuat Bara menangis. Entah kenapa, mereka selalu merebutkan hal yang sama” kata Sinta yang diiringi dengan tawa kecil ketika mengingat momen membahagiakan dimasa silam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera di Batas Senja (TELAH TERBIT di LOVRINZ)
Любовные романы" Waktumu 5 bulan, selama itu silahkan nikmati hidupmu sebelum kamu merangkak pergi dari hidupku" Ana terdiam, kembali menunduk. Ia sudah menyangka jika ini pasti terjadi. Lelaki itu tidak mungkin bisa menerimanya begitu saja. Tetapi mengapa sayata...