16th Star : Spica

3.7K 409 81
                                    

"Jadi, anak itu beneran nerima tawaran beasiswa dari kamu, Mas?"

"Iya, dia mau. Asalkan diizinin buat kerja part-time di luar jam sekolah, karena nggak mungkin dia ngandelin uang dari panti buat biaya hidup dia di sini. Aku juga udah bantu cariin kerja part-time buat dia lewat kenalan-kenalan aku biar dia makin yakin buat nerima beasiswa itu, dan dapet. Jadi ya... kamu tinggal tunggu aja dia dateng ke sini."

"Bagus deh. Aku nggak sabar ngeliat gimana reaksi laki-laki brengsek itu waktu aku bongkar semuanya."

*****

"Ngeliatin apa sih, Vir?"

Bukannya bergegas melangkahkan kaki menuju ke kelas 1-1, Virgo justru bergeming memandangi jalan paving yang menghubungkan area parkir khusus siswa dengan taman belakang sekolah setelah turun dari mobil Lio.

"Ke taman belakang, yuk. Selama ini kan, kita cuma ngeliatin dari atas. Kamu nggak penasaran, gimana kalo ngeliat dari deket?"

Lio berpikir sejenak, lalu memeriksa jarum di jam tangan yang melingkar di hasta kirinya. Masih ada sekitar 30 menit sebelum bel masuk berbunyi.

Baiklah. Tidak ada salahnya menuruti kemauan Virgo kali ini.

Tapi, hei. Bukankah Lio memang tak lagi bisa menentang apapun yang Virgo ucapkan sejak hari itu?

"Ya udah, ayo."

Dua manusia itu pun melangkahkan kaki mereka beriringan menyusuri jalan paving yang tadi dipandangi oleh Virgo. Hanya butuh beberapa langkah, mereka telah sampai di taman belakang sekolah.

Detik itu juga, mata Virgo seketika berbinar, dan mulutnya menganga tanpa disadari. Pemandangan di taman ini saat dilihat dari dekat benar-benar jauh –jauh, jauh lebih indah dari apa yang mereka lihat dari atas sana.

Kaki Virgo seolah bergerak sendiri untuk semakin melangkah ke tengah-tengah taman untuk melarutkan diri dalam keindahan itu, dan Lio senantiasa mengikuti ke manapun Virgo melangkah.

"Lio..."

"Ya?"

"Ini Surga?"

Lio tertawa geli, kemudian mencubit gemas kedua pipi Virgo yang saat ini terlihat seperti anak kecil yang polos nan menggemaskan di mata Lio –walaupun sejatinya ia 71 hari lebih muda daripada Virgo, dan tak melepasnya hingga ia mendengar yang empunya pipi mengaduh kesakitan.

"Heh! Ngapain sih cubit-cubit pipi aku?"

"Sakit?"

"Ya sakit lah!"

"Di Surga nggak ada rasa sakit, Virgo. Itu artinya kita masih hidup dan ini, taman belakang SMA Star Constella, bukan Surga."

Virgo mendecak sambil mengusap-usap pipinya yang nyeri akibat mendapat cubitan dari Lio. Kalau soal itu, ia juga sudah tahu tanpa pipinya perlu dicubit. Virgo kan, hanya ingin sedikit mendramatisasi tadi.

Tanpa mereka berdua tahu, ada tiga pasang mata yang sedari tadi mengamati mereka dari jendela kelas 1-2 yang terbuka.

"Kayaknya dugaan lo kalo Lio mau ngebabuin orang nggak guna itu salah deh, Xi. Liat aja, mereka malah deket banget gitu."

Mendengar kalimat provokasi dari Rigil, Taurus juga tak ingin ketinggalan untuk membumbui dengan kalimat provokasi lainnya agar suasana –ralat, agar Oxi, semakin panas.

"Gila, Xi. Sepupu lo diapain sama tuh sampah sampai sudi jadi temennya?"

Oxi hanya diam, tak menanggapi kalimat-kalimat yang dilontarkan oleh kedua temannya. Tapi, tangan kanannya terkepal erat hingga buku-buku jarinya memutih.

[✓] ESTRELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang