Belum sempat Varleo menanggapi pertanyaan anaknya, atensi dua laki-laki itu teralihkan ke arah pintu masuk karena adanya suara langkah kaki yang terdengar. Itu, Sevilla Centaury –Sevilla Cassandro yang baru saja pulang entah dari mana.
Suami dan anaknya duduk berdua dengan tenang tanpa baku mulut juga adalah pemandangan langka bagi Sevilla. Untuk itu, ia juga mendekat ke ruang tamu, lalu mendudukkan dirinya di sofa tunggal yang lain, di seberang sofa panjang yang diduduki Lio.
Jika dilihat-lihat, posisi duduk mereka saat ini layaknya segitiga sama sisi.
"Ya abis... kamu kan biasanya belom pulang kalo belum jam 1 pagi. Jadi wajar dong, kalo Papa heran ngeliat kamu ada di rumah jam segini." Varleo melanjutkan kembali konversasi yang sempat terhenti.
"Ya anggep aja aku tobat abis kecelakaan. Keledai aja nggak akan jatuh ke lubang yang sama dua kali, kan? Jadi kalo aku sampai nggak tobat dan tetep jadi berandalan, itu berarti aku lebih bodoh dari keledai."
Kedua orang tua Lio mengangguk-angguk tanda mereka paham dan setuju.
"Papa sama Mama tau nggak, kenapa aku ngelakuin hal-hal kayak gitu dulu? Karena aku ngerasa Papa sama Mama nggak sayang dan nggak peduli sama aku. Kalian jarang pulang ke rumah, tapi sekalinya pulang marah-marah sama aku. Itu yang bikin hati aku terluka dan ngerasa kosong, dan hal-hal nggak bener itulah yang dulu aku anggep bisa ngisi kekosongan hati aku."
Saat ini, Lio berusaha untuk sedikit demi sedikit mengungkapkan apa yang ada di hatinya.
"Aku kan juga pengen Pa, Ma, diperhatiin dan disayangin sama orang tuanya kayak anak-anak yang lain."
Mulut Varleo dan Sevilla seolah terkunci mendengar penuturan Lio.
Jauh sebelum detik ini pun, bahkan mungkin sejak Lio baru saja menghirup oksigen pertamanya di bumi, mereka sudah tahu dan sadar sepenuhnya, bahwa mereka bukanlah orang tua yang baik.
Jika orang tua yang lain menyuapi anaknya ketika lapar, dan dengan senang hati menggendongnya untuk meredakan tangisan ataupun mengantarkan ke alam mimpi, Varleo dan Sevilla tak pernah melakukannya.
Jika orang tua yang lain merawat anaknya dengan penuh kelembutan ketika sakit, memperhatikannya ketika merangkak agar tak terantuk, juga mengajarinya berbicara dan berjalan, Varleo dan Sevilla tak pernah melakukannya.
Jika orang tua yang lain mengajari anaknya membaca, menulis, bernyanyi, dan berhitung sebelum melepasnya ke bangku sekolah, Varleo dan Sevilla tak pernah melakukannya.
Jika orang tua yang lain mengantar atau menjemput anaknya di sekolah –atau keduanya, memuji ketika nilainya bagus, dan memberi teguran ketika nilainya jelek, Varleo dan Sevilla tak pernah melakukannya.
Semua peran itu digantikan oleh beberapa pengasuh yang mereka gaji setiap bulannya, yang bahkan tak pernah lagi menunjukkan presensi mereka di kehidupan Lio sejak anak itu berusia enam tahun. Karena menurut Varleo dan Sevilla, Lio seharusnya sudah mandiri di usia 6 tahun, jadi anak itu tak butuh pengasuh lagi.
Dan setelah itu pun, Varleo dan Sevilla tetap tak berupaya untuk melakukan peran mereka sebagai orang tua bagi Lio.
"Papa sama Mama udah makan, belom?" pertanyaan tiba-tiba Lio seketika membuyarkan lamunan sepasang suami-istri itu.
"Udah disiapin Bi Jumi tuh di meja. Kalau belom, kita makan bertiga aja. Aku juga belom makan soalnya."
Varleo dan Sevilla menoleh ke arah satu sama lain dan saling melempar tatap.
Dan ini juga, pertama kalinya bagi mereka berdua untuk saling menatap netra satu sama lain tanpa ada emosi yang tersirat.
"Ya udah, ayo. Kita makan bertiga."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] ESTRELLA
Teen FictionApa kalian pernah mendengar bahwa semakin gelap suatu ruang, maka cahaya sekecil apapun akan semakin terlihat? Virgo Celio Aquilary hanyalah sebuah bintang yang kecil nan redup. Di langit yang terdapat banyak bintang, cahayanya begitu tak berarti. N...