36th Star : Wezen

2.5K 251 12
                                    

Beneran triple up untuk yang kedua kalinya dong hari ini😂😂

Hope you enjoy!

*****

Pada mulanya, keputusan Lyra untuk kembali ke desanya terlihat baik-baik saja. Tapi, itu hanya bertahan di 16 minggu pertama, saat perutnya belum terlihat membesar. Setelah 16 minggu berlalu, kehamilan Lyra yang tanpa suami mulai menjadi bahan pergunjingan para warga Desa Sukojiwo.

Seperti bisik-bisik yang terdengar di telinga Lyra pagi ini saat ia tengah berjalan kaki sepulangnya dari pasar.

"Eh, ibu-ibu."

"Apa?"

"Itu si Lyra, anaknya Bu Gemini, pulang-pulang dari Jakarta kok perutnya besar gitu ya, Bu?"

"Iya, ya. Mana pulang ke sini nggak bawa suami, lagi. Terus, itu anaknya siapa?"

"Jangan-jangan, dia di Jakarta kerja jadi pelacur! Bisa jadi, kan?"

"Bisa jadi, sih. Ih, nggak nyangka. Padahal dulu Lyra anaknya baik, kalem, sopan, eh... malah jadi jalang di Jakarta."

"Udah yuk, ibu-ibu. Nggak enak, orangnya denger."

Dan Lyra, hanya bisa pasrah mendengar gunjingan-gunjingan semacam itu –bukan hanya setiap hari, tapi setiap kali ia keluar dari rumah. Membantah pun tak ada gunanya. Jika manusia-manusia itu tahu kenyataan yang sebenarnya sekalipun, akan tetap Lyra yang disalahkan karena ia bersedia untuk bekerja di klub malam.

Ya, karena pada kenyataannya, semua memang berawal dari kesalahannya sendiri yang dengan bodohnya menuruti perkataan mantan ayah tirinya.

Tapi sekuat-kuatnya Lyra menanggung segala macam gunjingan, kata-kata yang keluar dari mulut manusia-manusia itu tetap saja membuat hatinya remuk, hancur, dan berdarah. Tapi, ia mencoba untuk tetap menguatkan hatinya, demi anak yang ada di dalam kandungannya.

Hingga pada puncaknya, adalah tanggal 3 September 2004 –hari dimana anak itu lahir.

"Selamat ya, Mbak Lyra. Anaknya laki-laki." ucap Bidan yang adalah tetangga sebelah Lyra yang masih mau berbaik hati membantu persalinannya.

Bidan itu lalu membaringkan bayi itu persis di sebelah Lyra.

"Ya sudah. Saya pulang dulu ya, Mbak. Kalo butuh bantuan apa-apa, teriakin nama saya aja. Rumah kita kan cuma dibatesin tripleks, jadi saya pasti denger." katanya diikuti kekehan kecil, yang menular ke Lyra hingga ia ikut terkekeh.

"Iya. Makasih ya, Bu."

Bidan itu mengangguk, lalu melangkahkan kaki keluar dari rumah Lyra.

Setelah presensi tetangganya tak terlihat lagi, Lyra menegakkan punggungnya ke posisi duduk, meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja kayu di sebelah tempat tidur, lalu menghubungi seseorang.

Adiknya, Libra Kevrilla.

Dan setelah mengucapkan hanya dua kalimat pada adiknya, Lyra memutus sambungan teleponnya, mengusap-usap lembut dahi dan ubun-ubun anaknya yang baru saja lahir ke dunia, dan menyelipkan sesuatu di antara lilitan kain bedongnya –kartu nama yang dulu ia temukan di jas Varleo,

"Ibu titip itu sama kamu. Semoga suatu saat, kamu bisa ketemu Ayah kamu, ya?"

lalu memberikan kecupan di keningnya –kecupan pertama, dan yang terakhir kalinya.

*****

Wajah Libra seketika sumringah ketika ponselnya berdering, dan mendapati bahwa panggilan itu adalah dari kakaknya.

[✓] ESTRELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang