Sesampainya di kamar rawat Virgo, Lio tersenyum melihat kakaknya tengah duduk bersila di atas bed dan memandang ke luar jendela kamar rawat yang gordennya sengaja Virgo buka.
Sesaat, Lio hanya terpaku di ambang pintu, memandangi kakaknya yang terlihat begitu tenang dan damai –terpesona seolah melihat malaikat yang tengah terduduk di tengah-tengah taman Surga, sebelum akhirnya menggeleng cepat untuk mengembalikan kesadarannya dan melangkah masuk ke dalam kamar rawat Virgo.
"Loh? Kak Virgo belom makan?" tanya Lio heran melihat mangkuk dan gelas yang isinya sama sekali tak tersentuh di atas nakas.
Mendengar suara adiknya, Virgo mengalihkan arah pandangnya dari luar jendela ke arah Lio, masih dengan wajah yang tak menunjukkan ekspresi berarti.
"Kamu kan ke sini buat jagain aku. Jadi kalo kamu ke sini akunya udah makan, ntar kamu nggak ada kerjaan. Jadi daripada kamu di sini nggak ngapa-ngapain, mending kamu suapin aku sekarang."
Lio mengedip-ngedipkan matanya, disertai dengan ekspresi wajah cengo.
Itu, kata-kata yang sama persis dengan yang Lio lontarkan saat Virgo kembali ke rumah sakit sepulang sekolah untuk merawatnya setelah kecelakaan dulu. Apa kakaknya ini sedang ingin balas dendam?
Lio jadi geli sendiri, hingga sebuah kekehan keluar dari mulutnya.
"Iya deh, iya. Aku suapin, ya?"
Lio kemudian mengambil mangkuk berisi bubur yang tergeletak di atas nakas, lalu mendudukkan diri di kursi di samping bed Virgo, dan mulai menyuapkan makanan ke mulut kakaknya.
"Kamu... udah makan?" entah kenapa, melihat raut wajah Lio yang terlihat lelah, Virgo refleks melontarkan pertanyaan itu.
Dan ya, sedetik kemudian, Virgo merutuki dirinya sendiri dalam hati. Kenapa ia harus peduli dengan urusan perut anak ini? Virgo kan, sedang membenci manusia ini. Virgo masih sakit hati. Lalu, kenapa ia harus peduli?
Lio tersenyum. Virgo tidak berubah. Kepedulian kakaknya pada dirinya tak semudah itu luntur karena kebencian dan sakit hati.
"Nanti aja. Abis nyuapin Kakak, aku makan. Oke?"
Virgo menghela nafas pelan, lalu pelan-pelan merebut mangkuk yang ada di tangan Lio dan meletakkannya di pangkuannya, kemudian menyodorkan sesendok bubur ke depan dua belah bibir Lio.
"Makan. Nanti sakit."
Pada akhirnya, Virgo bukanlah manusia yang bisa menyangkal lubuk hatinya yang paling dalam.
Walaupun mungkin hatinya masih begitu sakit karena luka yang Lio torehkan, Virgo masihlah Virgo yang peduli dan menyayangi anak ini.
Dan akan selalu seperti itu.
Dan Lio, dengan air mata yang mulai berlinang, membuka kedua belah bibirnya untuk menyambut sesendok bubur itu, dan memasukkannya ke dalam mulutnya.
Melihat Lio yang justru menumpahkan air mata, Virgo lagi-lagi menghela nafas pelan.
Adiknya ini kenapa, sih? Kenapa malah tiba-tiba menangis setelah mendapat satu suapan bubur darinya?
Virgo meletakkan asal mangkuk di pangkuannya ke sisi bed yang kosong, lalu merengkuh Lio dalam pelukan, yang justru membuat tangisan Lio pecah dan semakin menjadi-jadi.
"Maaf... maaf... maaf..." hanya kata itu yang mampu Lio ucapkan di pelukan kakaknya.
Pada akhirnya, sekeras apapun Lio membuat rasi bintang Virgo-nya meredup, kakaknya tetaplah rasi bintang Virgo yang akan selalu menerangi langitnya.
Sesakit dan sedalam apapun luka yang ia torehkan di hati Virgo, Virgo akan tetap menjadi manusia yang peduli padanya,
menjadi yang pertama merengkuhnya dalam pelukan ketika ia terluka,
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] ESTRELLA
Novela JuvenilApa kalian pernah mendengar bahwa semakin gelap suatu ruang, maka cahaya sekecil apapun akan semakin terlihat? Virgo Celio Aquilary hanyalah sebuah bintang yang kecil nan redup. Di langit yang terdapat banyak bintang, cahayanya begitu tak berarti. N...