13th Star : Acrux

4.3K 492 19
                                    

Mari kita isi chapter ini dan beberapa chapter ke depan dengan uwu-nya persahabatan Virgo dan Lio😘😘

Hope you enjoy!

*****

Tak terasa, sudah hampir 96 jam berlalu dari sejak kecelakaan itu, dan keadaan Lio semakin membaik. Bahkan, Lio sudah diperbolehkan untuk pulang besok pagi. Semua ini tentu tak lepas dari campur tangan Virgo yang senantiasa menemani Lio dan merawat anak itu dengan penuh kesabaran.

Malam itu, seperti malam-malam sebelumnya, dua manusia itu akan membicarakan banyak hal untuk membunuh waktu sebelum akhirnya mengarungi alam mimpi masing-masing.

"Vir... gimana rasanya?"

Setelah menumpahkan segala keluh kesahnya pada Virgo beberapa hari ini, Lio rasa tak adil jika hanya Virgo yang mengerti perasaan Lio. Jadi untuk kali ini saja, Lio ingin tahu apa yang manusia ini rasakan.

"Apanya yang gimana rasanya?"

"Gimana rasanya nggak punya orang tua?"

Detik itu juga setelah pertanyaan itu terlontar, sorot mata Virgo meredup, dan kurva di bibirnya seketika lenyap.

Dan Lio, merutuki dirinya sendiri dalam hati saat itu juga karena lagi-lagi, ia menggoreskan luka di hati Virgo –walaupun kali ini ia sama sekali tidak bermaksud untuk itu.

"Maaf, maaf. Pertanyaan gue ngaco, ya? Kalo terlalu menyakitkan buat dijawab, nggak papa, nggak usah dijawab."

Virgo berusaha mengulas senyum di tengah sorot matanya yang masih tetap sendu, dan merangkai kata-kata di pikirannya agar sekiranya Lio puas akan jawaban yang akan ia berikan.

"Rasanya kayak... ada lubang di hati kamu yang nggak bisa diisi oleh apapun, Lio. Walapun aku punya sosok Bunda di panti asuhan yang ngerawat aku dari aku baru lahir, juga orang-orang yang bernasib sama kayak aku yang jadi sosok saudara buat aku di sana, tapi aku tetep ngerasa ada yang hilang di hidup aku. Dan yang paling menyakitkan buat aku adalah, aku ngerasa bahwa keberadaan aku nggak ada artinya buat siapapun. Kalo orang tua aku aja nggak menginginkan keberadaan aku, gimana orang lain... nggak mungkin ada yang menginginkan keberadaan aku, kan?"

Sungguh, Lio ingin meralat kata-kata terakhir Virgo. Lio ingin mengatakan bahwa ia salah. Masih ada satu manusia yang menginginkan keberadaan Virgo dalam hidupnya yaitu, dirinya –Starlio Phoenix Cassandro. Tapi entah kenapa, pernyataan itu hanya bisa tertahan di dalam hatinya, tanpa sepatah pun bisa keluar melalui lisannya.

*****

Hampir menjelang tengah malam, seperti biasa, Lio masih senantiasa terjaga dan Virgo sudah terlelap dengan damainya di atas sofa. Lio turun dari bednya, meraih botol infusnya yang tergantung di tiang, mendekati Virgo dan duduk bersila di lantai di hadapan orang itu, lalu meletakkan asal botol infusnya di atas sofa.

"Kalo lo ngerasa nggak ada yang menginginkan keberadaan lo di sini, lo salah, Virgo."

Lio terdiam memandangi wajah manusia yang kedua matanya tengah terpejam itu sejenak, sembari benaknya memutar ulang kata-kata Virgo yang ingin ia sangkal mati-matian tadi.

"Ada gue... gue yang pengen lo ada di hidup gue."

Untuk yang kedua kalinya di hari ini, Lio kembali merutuki dirinya sendiri dalam hati. Kenapa lidahnya tak sanggup mengucapkan kata-kata ini saat Virgo masih membuka matanya tadi, agar setidaknya luka di hati orang ini bisa sedikit terobati.

Karena Lio, juga ingin menyembuhkan luka di hati Virgo, seperti yang telah Virgo lakukan padanya.

"Makasih karena lo udah sedikit demi sedikit ngobatin luka dan mengisi kekosongan hati gue. Izinin gue buat ngobatin luka dan mengisi lubang di hati lo juga."

[✓] ESTRELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang