29th Star : Alnilam

2.6K 319 15
                                    

Entah sudah berapa kali Lio mendecak ataupun menghela nafas sejak pukul 9 malam tadi. Pasalnya, sejak lima menit yang lalu, Virgo sama sekali tak mengangkat panggilan telepon yang biasa mereka lakukan setiap jam 9 malam. Sudah terhitung 17 panggilan, tapi tak ada satu pun yang Virgo jawab.

Lio mendecak lagi untuk yang terakhir kali, sebelum ia cepat-cepat meraih jaketnya di gantungan, memakainya, dan bergegas keluar rumah dengan setengah berlari.

"Mau ke mana, Lio?"

"Mau nyamperin Virgo!" jawabnya setengah berteriak agar orangtuanya mendengar –berhubung ia terlanjur menjauh karena tak menghentikan langkahnya sedikit pun.

"Gue udah bilang jangan ngejauhin gue, kan? Kenapa lo harus dengerin kata nenek lampir itu, sih?" gumamnya di tengah-tengah acara menyetirnya.

Lio terus melajukan mobilnya sambil melihat-lihat sekeliling, barangkali bisa menemukan presensi Virgo di antara manusia-manusia yang berada di jalanan malam ini.

Tepat saat Lio melewati titik pertemuan para anggota Red Knights, Lio menghentikan mobilnya karena atensinya ditarik oleh sesuatu. Sepertinya, terjadi keributan di situ.

Tapi, apa yang Lio sadari tak sampai hitungan detik setelahnya, membuat netranya seketika membelalak dan tubuhnya refleks beranjak turun dari mobilnya.

*****

Virgo melangkahkan kakinya pelan-pelan dari tempat kerja ke rumah kontrakannya malam itu –ingin sedikit lebih lama menghirup udara luar dan menikmati suasana malam. Ia tahu bahwa ponsel di dalam tasnya bergetar sedari tadi, tapi ia biarkan saja. Ia sudah hafal di luar kepala siapa yang menghubunginya malam-malam begini.

Sampai di titik di mana dulu Virgo biasa menunggui Lio pulang dari acara tak berfaedahnya, dua orang pemuda mencegat langkahnya. Virgo tahu siapa mereka.

Dua manusia yang pernah ia lihat meneriakkan nama Lio ketika ia turut bergabung di antara gerombolan manusia yang menonton pertandingan balap waktu itu.

"Ayo ikut!"

Belum sempat Virgo melangkah menghindar karena instingnya membunyikan tanda bahaya, dua orang itu mencengkeram kuat kedua hasta tangan Virgo di kanan dan kirinya, lalu menyeretnya paksa.

"Oh... jadi ini, temen barunya Lio?" sambut Aries setibanya tiga manusia itu di depannya, tak lupa dengan seringai yang terukir di bibirnya.

Aries membuang gulungan tembakau menyala yang terapit ibu jari dan jari telunjuknya, lalu mencengkeram kuat rahang Virgo.

"Ngomong apa aja lo sama Lio, sampai-sampai dia nggak mau lagi kumpul-kumpul sama kita?"

Virgo diam tak menjawab.

Sudah cukup dengan Libra Kevrilla yang merusak suasana hatinya siang tadi, Virgo terlalu malas untuk lagi-lagi meladeni manusia minus hati nurani. Ia sudah muak.

"Hello! Kalo ada orang yang nanya tuh dijawab!"

Virgo masih tetap setia dengan diamnya.

Merasa diabaikan oleh Virgo, kesabaran Aries mulai luntur.

"Lo bisu? Atau budeg?"

Melihat Virgo yang masih saja tak menanggapi, emosi Aries kini benar-benar naik. Masih dengan senyum seringai di wajahnya, Aries melepas cengkeramannya, bergerak mengambil satu botol alkohol yang isinya masih tersisa cukup banyak, lalu kembali ke hadapan Virgo.

Virgo menghela nafas pelan. Ia tahu apa yang akan terjadi setelah ini.

Ya, Aries mengguyur Virgo dengan minuman memabukkan itu, lalu membanting botolnya ke bawah. Beberapa pecahannya menggores punggung kaki Virgo yang saat itu hanya mengenakan sandal jepit, hingga cairan merah terlihat mengalir dari sana.

[✓] ESTRELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang