***
Kuas kotor terus digenggam, bahkan lukisan yang dibuat belum jadi setengahnya. Sejak tadi, pikirannya masih melayang dengan tatapan lurus ke depan. Memikirkan sesuatu yang masih samar, firasatnya belum tentu benar. Masih menjadi kemungkinan-kemungkinan yang terus menghantui pikirannya.
Entah sudah berapa kali ia melakukan hal yang sama. Menghela napas, melirik lukisannya yang terlantar, memasukkan kuas ke dalam air, dan kembali termenung. Tanpa menyadari bahwa sedari tadi ada yang mencoba menghubunginya melalui pesan singkat berkali-kali.
Hingga terdengar dering telepon yang berhasil menyadarkan gadis itu dari dunianya sendiri. Kakinya melangkah ke arah tempat tidur berwarna biru tua, tangannya tergerak untuk menyambar ponsel yang tergeletak di sana.
Dahinya mengkerut ketika disuguhi layar putih yang menyilaukan mata saat menyalakan ponsel. "Mengapa orang ini selalu mengangguku di waktu yang tidak tepat?" gerutunya sembari menekan tombol hijau dan mendekatkan benda pipih itu di dekat telinganya.
"Apa ada yang bisa saya bantu, Tuan Muda?" tanya Daisy dengan suara yang dilembutkan. Ekspresinya terlihat seperti menahan rasa kesal, seolah malas berkomunikasi dengan lawan bicaranya.
Akan tetapi, setelah mendengar ucapan lawan bicaranya yang biasanya selalu bercanda dalam setiap kata yang dilontarkan, kini terdengar sangat serius. Daisy sampai tidak menemukan letak kebohongan di dalamnya.
Setelah mendapatkan perintah untuk membuka pesan dari orang tersebut, ternyata sudah menumpuk hingga puluhan. Pandangannya tertuju pada beberapa gambar yang dikirim, menekannya dengan penuh rasa penasaran dan ketakutan.
"What the hell?"
***
Halo, hehe.
Enjoy, ya✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Shade of The Villains (End)
Teen FictionDaisy Wieder, seorang gadis yang melekat dengan seni. Masa remaja yang seharusnya dipenuhi kenangan warna-warni, justru terjebak dalam sangkar penuh dengan monokrom basi. Menyebarnya kabar berita tentang pencurian dan pembunuhan misterius, menyeretn...