Happy reading🙆
***
Perasaannya sudah campur aduk, pikirannya tiba-tiba terasa berhenti bekerja sebagai mana mestinya. Embusan napas kasar terdengar berkali-kali, lelaki itu memijit pangkal hidungnya yang mulai terasa sakit.
"Bagaimana ini? Apakah aku harus ke rumahnya? Tetapi, ayah dan ibu masih bekerja di rumah, mereka tidak akan membiarkanku keluar, apalagi jika tahu kalau tujuanku ke rumah Sarah," gumam Noah.
Lelaki itu berdiri, melangkah maju dan mundur tanpa henti di depan kasur yang terlihat berantakan. Kemudian, kakinya tergerak ke arah pintu kamar, mengeluarkan bagian kepala saja ke luar dan menoleh ke kanan dan kiri, seolah memastikan tidak ada siapa pun. Tidak. Lebih tepatnya, lelaki itu sedang mencari keberadaan orang tuanya, memastikan tidak dekat dengan kamarnya.
Setelah dirasa aman dari ancaman yang ditakuti, Noah memutuskan untuk menelepon salah satu nomor yang ada di kontak terpentingnya. Suara berdering yang terdengar selama beberapa detik, berubah menjadi suara nyaring yang terasa memekakkan telinga.
"Dude! Bagaimana ini, apa yang harus kita lakukan?" seru Daisy dari
Sontak saja, Noah langsung menjauhkan ponselnya dari telinga. "Calm down, Daisy. Kau membuatku semakin panik dan bingung harus melakukan apa," keluh Noah.
Terdengar helaan napas panjang di antara keduanya. Kemudian, sama-sama terdiam selama beberapa menit dengan pikiran yang menjelajah seribu cara supaya dapat memecahkan masalah yang sekain tiada ujungnya.
"Sebenarnya, kau bisa saja menjemputku atau ... kau bisa datang ke acara pemakaman ayah Sarah dan menitipkan salam dariku. Orang tuamu sama sekali tidak memiliki masalah apa pun dengannya, bukan?"
"Sepertinya kau lupa jika mereka melarangku untuk memiliki hubungan dengan siapa pun, sekali pun itu hanya sekadar berteman dekat saja. Jadi, dapat disimpulkan bahwa mereka tidak akan peduli dan tidak akan memberiku izin hanya untuk mengucapkan belasungkawa secara langsung," balas Daisy dengan penjelasan panjang lebar.
Mendengar hal itu, Noah membanting tubuhnya sendiri ke kasur miliknya. Sebenarnya, bisa saja mereka mengucapkan belasungkawa atas perginya ayah Sarah untuk selama-lamanya. Akan tetapi, car aitu tidak akan efektif karena mungkin saja Sarah tidak akan memegang ponselnya selama berhari-hari karena berduka. Selain itu, sebagai kekasih barunya, seharusnya Noah harus selalu ada di samping Sarah, apalagi di saat gadis itu berada di titik paling rapuh.
Itulah sebabnya, sedari tadi Noah mencari cara agar dapat keluar dari rumahnya yang bagaikan kandang singa dengan seribu gembok, sulit dibuka dari dalam, apalagi dari luar. Terlintas sebuah ide yang sebelumnya sudah dibuang jauh-jauh dari pikirannya. "Kabur," gumamnya.
Ternyata, suara lelaki itu masih dapat didengar oleh Daisy. "Kabur? Yeah, akhirnya kau setuju dengan ide lamaku itu. Aku sangat setuju, itu pasti akan sangat seru!" serunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shade of The Villains (End)
Teen FictionDaisy Wieder, seorang gadis yang melekat dengan seni. Masa remaja yang seharusnya dipenuhi kenangan warna-warni, justru terjebak dalam sangkar penuh dengan monokrom basi. Menyebarnya kabar berita tentang pencurian dan pembunuhan misterius, menyeretn...