Daisy Wieder, seorang gadis yang melekat dengan seni. Masa remaja yang seharusnya dipenuhi kenangan warna-warni, justru terjebak dalam sangkar penuh dengan monokrom basi.
Menyebarnya kabar berita tentang pencurian dan pembunuhan misterius, menyeretn...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Happy reading🙆
***
Jika tersenyum, mata sayunya menyipit. Lekukan wajahnya terlihat begitu menawan hingga membuat siapa pun yang melihatnya kehilangan keseimbangan. Seperti Noah sekarang yang sedang menopang tubuh pada pintu ruang musik. Lelaki itu sedang mengintip, atau lebih tepatnya memata-matai.
Menahan napas dan berhati-hati dalam pergerakannya supaya tidak menimbulkan suara yang dapat menganggu atau membuatnya terciduk, entah oleh siapa pun.
Lagu terdengar, sangat merdu. Membuat siapa saja yang mendengarnya, dipastikan langsung jatuh cinta dan berdiam diri di tempat, menikmati setiap alunan melodi yang diciptakan dengan suara indah milik Sarah.
"Hei, sedang apa kau di sini?"
Suara nyaring itu cukup mengagetkan Noah yang tengah fokus dengan pesona gadis incarannya. Ia mengelus dadanya saat menatap seorang gadis dengan topi baret yang singgah di kepalanya.
"Aku sedang melihat seekor monyet di sini," jawab Noah dengan asal.
"Di mana? Di dalam ruangan ini?"
"Tidak, bukan di dalam, tetapi di hadapanku sekarang ini."
Daisy menyadari bahwa ia sedang dihina lagi oleh sepupunya itu. Sontak saja, ia langsung memukul keras lengan Noah, menuangkan kekesalannya. Sudah terhitung dua kali lelaki itu menghina Daisy dengan sebutan monyet, yang pertama saat Noah mulai menceritakan tentang gadis yang disukainya di taman.
"Jika kau menganggapku sebagai seekor monyet, berarti tidak jauh beda darimu. Kita ini sepupu, jadi kau juga termasuk dalam spesies yang sama," celetuk Daisy. Lantas, ia memiringkan kepala untuk melihat ke arah dalam ruangan yang sejak tadi menjadi pusat perhatian seorang Noah.
Gadis itu langsung menampakkan wajah menggoda setelah tahu apa yang ada di dalam ruangan itu, mencolek lengan Noah dengan mengedipkan sebelah mata. "Kenapa bersembunyi seperti ini? Seharusnya kau masuk dan menemaninya berlatih," ceplosnya dengan wajah tanpa dosa.
"Aku takut menganggunya."
"Tidak ada yang perlu ditakutkan dalam perjuangan mendapatkan cinta. Bagaimana kalau sebaliknya? Dia akan merasa senang karena kehadiranmu di sana," balas Daisy. Ucapannya penuh harapan yang memungkinkan, tetapi jika tidak terjadi akan sangat menyakitkan.
"Ayolah, tidak ada salahnya untuk mencoba, bukan? Siapa tahu kau beruntung!"
"Aku masih takut jika aku mengganggunya nanti dan berhenti berlatih karena tidak fokus."
"Baiklah, biar aku saja yang masuk. Dasar pecundang!"
Tanpa menunggu balasan dari Noah lagi, gadis itu membuka lebar pintu ruang musik dan masuk dengan senyuman lebar di wajah. Langkahnya langsung menghampiri Sarah yang masih sibuk dengan pianonya, suaranya masih menggelegar memenuhi ruangan. Ruangan luas itu hanya terisi oleh satu orang perempuan dengan beragam alat musik mengelilinginya. Cat berwarna hitam dan putih, terlihat sangat membosankan bagi Daisy.