Daisy Wieder, seorang gadis yang melekat dengan seni. Masa remaja yang seharusnya dipenuhi kenangan warna-warni, justru terjebak dalam sangkar penuh dengan monokrom basi.
Menyebarnya kabar berita tentang pencurian dan pembunuhan misterius, menyeretn...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Happy reading🙆
***
Sudah sekitar satu jam, Daisy dan Noah memutuskan untuk tetap duduk di kursi panjang itu. Menghabiskan waktu untuk menatap pemandangan sejuk di hadapan, disibukkan dengan pikiran masing-masing. Daisy tengah memikirkan nasib perasaannya yang harus menjadi korban keegoisan kedua orang tuanya, dan juga masih merasa kecewa dengan keputusan Blake dan Laura mengenai lomba melukis yang ingin diikutinya.
Sedangkan Noah, pikirannya sama berisiknya. Memikirkan beberapa hal yang bahkan Daisy saja tidak mengetahuinya, lebih memilih untuk menyimpan luka seorang diri. Ia mengusap wajahnya kasar, pandangannya kosong ke depan. Pikirannya melayang, lalu menyelami kenangan masa lalu yang terus saja diingatnya setiap saat.
"Sama sekali tidak berguna. Jika saja Brien masih hidup, dan aku tidak perlu melahirkan anak itu ke dunia ini. Dia tidak akan bisa menjadi penerus kita, Blake."
Ucapan sang ibu masih terngiang di telinganya. Padahal sudah sekitar dua tahun yang lalu, lelaki itu masih mengingatnya dengan sangat jelas. Anna tidak mengetahui hal itu, karena Noah tidak sengaja mendengar ucapannya ketika dirinya berbicara bersama sang suami.
Brien merupakan anak pertama dari Blake dan Anna. Anak yang selalu dibangga-banggakan dan diperhatikan, dikarenakan memiliki potensi tinggi di bidang akademik. Dijadikan prioritas selama sepuluh tahun. Akan tetapi, hal itu tidak berlangsung cukup lama dikarenakan kecelakaan yang merenggut nyawa sang anak langsung di tempat kejadian.
Kejadian itu cukup membuat mereka jatuh terpuruk dalam kesedihan, apalagi Anna yang sangat menyayangi Brien lebih melebihi nyawanya sendiri. Hingga, dua tahun kemudian mereka dikaruniai seorang anak lagi. Akan tetapi, kepribadian Anna sangat bertolak belakang saat memiliki Brien. Setelah beberapa tahun kemudian, wanita itu sudah tidak lagi mengharapkan apa pun dari Noah karena tidak ditemukan potensi apa pun dalam dirinya. Ia hanya menginginkan anak pertamanya kembali dan itu tidak akan mungkin terjadi.
Noah mengakuinya, jika dirinya tidak memiliki bakat apa pun selain bermain game yang selalu dipandang pemalas oleh kebanyakan orang. Padahal, itu merupakan salah satu bakat yang dapat dikembangkan, ada banyak kompetisi dengan peluang besar untuk dimenangkan.
"Bagaimana jika kita kabur saja?"
Suara nyaring itu membuyarkan lamunannya, memaksanya kembali ke dunia nyata. Dahinya mengerut setelah mendengar pertanyaan dari Daisy, merasa bahwa sepupunya itu telah kehilangan akalnya. "Kau mau mati muda?"
"Jauhkan pikiranmu dengan hal-hal semacam itu. Kau tidak akan bisa hidup sendirian, terlantar di jalanan tanpa memiliki apa pun. Kau pikir mudah?" ketus Noah dengan kekehan di akhir.
"Hei, itu beda. Yang kau sebutkan tadi itu, jika diusir dari rumah oleh kedua orang tua kita sendiri, tanpa persiapan dan membawa apa pun. Sedangkan, yang aku maksud itu tentang melarikan diri dari rumah, kabur. Dengan segala persiapan dan pembekalan," sahut Daisy dengan nada tinggi.