Happy reading🙆
***
Berusaha melupakan kejadian hari kemarin. Tentu saja tidak bisa. Terdiam tanpa suara sejak pagi hari, menjawab dengan singkat jika ditanya sesuatu. Hatinya masih merasakan sakit dan rasa kesal terhadap jalan pikiran kedua orang tuanya. Sangat berbeda jauh, bahkan bertolak belakang dan tidak dapat disatukan.
Memasang wajah cemberut selama perjalan menuju sekolah, diiringi lagu Bruno Mars mengalun dari ponselnya. Earphone tanpa kabel terpasang di telinga, sebagai tanda bahwa gadis itu sedang tidak ingin diajak bicara. Karen yang bertugas mengantar sang putri tidak dapat berbuat apa-apa. Biasanya, ia selalu menceritakan sesuatu yang menarik dalam perjalanan kepada Daisy. Namun, hal itu harus ditiadakan demi menjaga suasana hati putri kecilnya supaya tidak memburuk. Diam merupakan obat dari pertengkaran, itu yang sempat dipikirkannya.
"Mungkin ..., ibu yang akan menjemputmu nanti." Karen bersuara, dibalas dengan anggukan lemah dari Daisy, kemudian menutup pintu mobil tanpa berkata-kata lagi.
Langkah kakinya bergerak menuju loker berwarna biru miliknya terlebih dahulu untuk mengambil beberapa buku pelajaran setelah melihat jadwal yang sama sekaki belum dipindah ke rumah. Lebih baik tersimpan rapi di loker, daripada harus tercampur dengan alat melukisnya yang terkadang membuat kamarnya menjadi seperti gudang.
"Wajahmu jelek sekali, apa kau baik-baik saja?"
Siapa lagi yang berani menghina Daisy jika bukan lelaki jangkung yang selalu melingkarkan headphone di lehernya? Noah selalu menunduk sedikit untuk menatap sepupunya itu, menyandarkan tubuhnya pada loker lain dengan kerutan di dahi.
"Jangan berkata seolah tidak terjadi apa-apa atau semuanya baik-baik saja. Sungguh, bahasa perempuan itu sulit dimengerti." Noah bersuara sebelum Daisy menjawab pertanyaan yang dilontarkan sebelumnya.
Gadis itu menatap laki-laki di hadapannya sejenak, lalu membuang muka ke samping. Menutup pintu loker dengan cukup keras dan meninggalkan Noah tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Pagi hari dengan suasana hati yang buruk, tidak ingin bertengkar dengan siapa pun.
"Hei, what the hell is wrong with you? Aku tahu jika suasana hatimu sedang buruk jika sudah memasang wajah seperti ini, tetapi setidaknya jawab pertanyaanku. Aku sangat mengkhawatirkanmu," cetus Noah.
Langkah kakinya terhenti setelah mendengar suara lelaki itu kembali, menghadap balik ke belakang dan berkata, "Tidak ada yang perlu kau khawatirkan, aku baik-baik saja."
"Jangan seperti anak kecil. Cerita saja, mungkin dengan begitu dapat meringankan beban pikiranmu."
Embusan napas terdengar, mengalihkan pandangan ke arah lain sejenak. Ia membalas, "Nanti saja, akan kuceritakan saat pulang sekolah melalui telepon."
KAMU SEDANG MEMBACA
Shade of The Villains (End)
Teen FictionDaisy Wieder, seorang gadis yang melekat dengan seni. Masa remaja yang seharusnya dipenuhi kenangan warna-warni, justru terjebak dalam sangkar penuh dengan monokrom basi. Menyebarnya kabar berita tentang pencurian dan pembunuhan misterius, menyeretn...