Happy reading🙆
***
Duduk bersama di ruang keluarga, beberapa menit awal masih saling tatap tanpa mengeluarkan suara. Hingga sang kepala keluarga berdeham lalu bertanya kepada Daisy, "Baiklah. Jadi, kau ingin mengikuti lomba melukis?"
Kini, Daisy menganggukkan kepalanya mantap. Akan tetapi, jemarinya saling bertautan dengan hati gusar, memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Sang ayah tidak segera berbicara kembali, sedangkan jantung gadis itu berdetak lebih cepat menunggunya.
"Tidak."
Hanya satu kata yang dapat membuat dadanya terasa sesak, bahunya merosot begitu saja. Kepalanya tertunduk, menatap kedua tangan yang masih tergenggam satu sama lain. Kini semakin erat hingga kuku panjangnya meninggalkan bekas pada kulit. Rasanya tidak begitu sakit daripada penolakan dari orang tua atas apa yang diinginkan.
Dari kecil hingga beranjak remaja, beberapa keinginannya tertolak. Selalu saja ada alasan dan bujukan, bahkan Daisy harus memilih antara satu dari dua pilihan yang diberikan orang tuanya.
"Ayah, Ibu, sekali ini saja. Tolong jangan tolak keinginanku, ya? Hanya satu lomba, setelah itu aku tidak akan mengikuti lomba apa pun lagi." Gadis berambut perpaduan antara hitam dan cokelat yang bergelombang mulai memberikan kata-kata bujukan kepada orang tuanya, berharap mereka dapat merubah keputusan.
Dalam waktu yang cukup lama, Karen dan Laura saling tatap. Hampir dua puluh tahun mereka hidup bersama, hanya melalui tatapan mereka sudah dapat mengerti satu sama lain. Selama enam belas tahun juga mereka membesarkan Daisy, tetapi belum mengerti apa yang diinginkan sang putri.
Tidak. Mereka sudah tahu dan mengerti, tetapi menolaknya mentah-mentah. Menomorsatukan ego sendiri, merasa jika mereka memberikan batasan-batasan kepada Daisy, tidak lain untuk kebaikannya. Tidak ingin mengambil risiko, mengambil jalan aman.
Helaan napas terdengar, Karen berdiri dari duduknya. Berkacak pinggang dengan mengelus-elus bagian belakang kepalanya sendiri disertai langkah maju dan mundur. Dalam detik ke sekian, ia berhenti. Berlutut di hadapan sang anak, menggenggam tangannya dengan tatapan lembut.
"Apa yang kau harapkan terhadap lomba itu? Apakah hadiah?" tanya Karen. Ia berdiri dan berkacak pinggang kembali. Kali ini, ia mengelus dagunya seperti tengah berpikir. "Jika hanya sebuah hadiah, katakan saja kepada kami apa yang sedang kau inginkan. Kami pasti akan memberikannya asal itu logis dan berguna untukmu," lanjutnya.
Mendengar hal itu, Daisy berdiri menatap tajam ayahnya. Baru kali ini, ia melakukannya dikarenakan emosi yang tidak terkendali. Perasaan terpendam sejak lama mulai keluar seperti akan meledak dalam satu waktu.
"Selalu saja seperti itu. Memberikan batasan-batasan kepadaku, padahal aku menginginkannya. Ya, aku tahu jika kalian bermaksud untuk menjagaku," balas Daisy. Di setiap katanya penuh dengan penekanan, Karen dan Laura hanya diam mendengarkan. Memberikan kesempatan kepada sang anak untuk menyampaikan isi hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shade of The Villains (End)
Teen FictionDaisy Wieder, seorang gadis yang melekat dengan seni. Masa remaja yang seharusnya dipenuhi kenangan warna-warni, justru terjebak dalam sangkar penuh dengan monokrom basi. Menyebarnya kabar berita tentang pencurian dan pembunuhan misterius, menyeretn...