Happy reading🙆
***
Embusan napas terdengar, Noah paham betul apa yang harus dilakukannya. Ia bergerak untuk mencari posisi duduk yang pas hingga merasa nyaman. "Maafkan aku, Bu. Aku tidak bermaksud membuatmu menunggu," lirihnya.
Suara lelaki itu masih dapat terdengar di telinga Anna, kedua bola matanya bergerak menatap wajah sang putra yang tengah menunduk melalui kaca spion di tengah. Ia masih diam, sepertinya enggan berkomentar. Wanita itu menyalakan mesin mobil dan meninggalkan area sekolah dengan kecepatan rata-rata.
"Jauhi gadis itu, jangan berhubungan lagi dengannya," celetuk Anna tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan raya.
Wajah Noah terlihat terkejut, ia menelan ludah susah payah dan mendongakkan kepala menatap ke arah sang ibu dengan wajah tidak ramahnya. Bagaimana ibu tahu tentang Sarah? Baru saja kami mengkhawatirkannya, dan kenapa harus secepat ini? batinnya.
"Bagaimana aku dapat mengetahuinya? Itu yang sedang kau pikirkan, bukan?" tanya Anna. Sepertinya wanita itu memiliki kemampuan khusus, yaitu dapat membaca pikiran seseorang. Pertanyaan itu membuat Noah menundukkan kepalanya kembali, menatap jari jemari yang saling bertautan cemas.
"Aku tadi melihatmu bersama Daisy dan seorang gadis yang terlihat asing bagiku, kalian terlihat tengah berbincang serius saat seluruh siswa sudah berhamburan pulang. Aku melihat dan mendengar semuanya, sampai gadis itu mencium singkat pipimu. Bagaimana? Apakah pipimu itu butuh ciuman lagi? Ah, tapi kali ini dari tangan lembutku, aku akan membelainya."
***
Sejak masuk ke dalam kamarnya, Noah mengucapkan kata-kata kasar dan sumpah serapah. Ia kesal, sekaligus marah. Seharusnya ia lebih waspada, tidak gegabah dalam mengambil keputusan, menyampingkan ego dan cinta demi ketenangan hidup orang lain, apalagi orang yang dicintai.
Kali ini, ia terduduk dengan kedua tangan melingkar pada kaki yang ditekuk. Pandangannya tertuju lurus pada sebuah cermin berbentuk persegi panjang yang memuat seluruh tubuhnya, terlihat berantakan.
Pikirannya kembali ke beberapa saat lalu, di mana sang ibu benar-benar memberikan ciuman di pipinya dengan tangan, sangat terasa panas. Ia masih dapat mendengar teriakan-teriakan yang ditujukan sang ibu kepadanya. Mengingat hal itu, Noah menutup erat-erat telinga dan memejamkan mata. Napasnya mulai tidak beraturan, sedangkan bayangan-bayangan itu kembali datang.
Ia selalu benci jika berada dalam situasi seperti ini, sangat benci. Meskipun tidak sering orang tuanya marah besar seperti tadi, saat hal itu terjadi rasanya cukup menyesakkan. Menyalahkan diri sendiri adalah hal yang paling mudah dilakukan pada saat-saat seperti itu.
"Should I give up on my new relationship with Sarah? But ... even we're just getting started."
Noah berdecak sebal, mengacak-acak rambutnya seperti kehilangan akal. Kemudian, tangannya tergerak untuk memukul keras lantai kamar tanpa alas apa pun. Meluapkan segala emosi dalam tubuh yang terasa menyesakkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shade of The Villains (End)
Teen FictionDaisy Wieder, seorang gadis yang melekat dengan seni. Masa remaja yang seharusnya dipenuhi kenangan warna-warni, justru terjebak dalam sangkar penuh dengan monokrom basi. Menyebarnya kabar berita tentang pencurian dan pembunuhan misterius, menyeretn...