9. Satu ruang

1K 95 7
                                        

Umi memasuki ruangan tempat fajri di rawat dengan perlahan, di buntuti abi dan shandy di belakangnya.

Hati umi mencelos menatap wajah cucunya yang tengah terlelap damai di brankar rumah sakit.

Anak itu tinggal sendiri karena tak jadi di tempatkan di ruang yang sama dengan fenly, entahlah ricky ada di mana sekarang.

"Sayang, cucu umi, bangun yuk! umi di sini," bisik Umi di telinga kanan fajri, sesekali mengecup keningnya lembut tangannya tak henti mengusap rambutnya sayang.

"Cucu abi harus sehat, bangun ya!"

Perlahan mata hazelnya terbuka, mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cabaya yang masuk pada retinanya.

"Umi? Abi?"

Shandy yang awalnya duduk di sopa ikut bangkit dan mendekati ponakan satu-satunya itu.

"Iya ini abi sama umi, kamu mau apa? minum?" mendapat anggukan kecil dari cucunya umi segera mengambil air yang berada di atas nakas samping  kanannya.

Abi membantu fajri setengah bangun untuk minum, setelahnya anak itu kembali berbaring dan menatap bergantian pada tiga orang di sana, setelahnya menatap atap ruangan dengan pandangan kosong.

Abi, Umi maupun shandy saling lirik dengan gelengan kepala di akhir, shandy keluar untuk memanggil dokter sedangkan umi masih setia mengusap rambut lebatnya.

"Aji, aji kenapa? cerita sama umi, jangan di pendem."

Fajri diam tapi setetes air matanya turun, membuat umi repleks mencium matanya supaya anak itu tenang.

"Papi kemana?" tanyanya dengan suara parau, tak menatap satupun dari dua orang dewasa di sana.

"Papi pulang sebentar, bawa baju ganti." Bohong, nyatanya kedua paruh baya itu tak tahu di mana keberadaan ayah dari cucunya ini.

"Kangen Mami." Ucapannya kali ini sukses membuat umi maupun abi mematung.

"Iya nanti mami ke sini, atau mau umi telpon?"

Fajri menggeleng ribut, air matanya malah semakin banyak keluar dan membuatnya sedikit susah bernafas.

"Aji ketemu cewek, cantik banget. dia mirip sama aji," racaunya tanpa menatap siapapun, dengan cepat umi membantunya bangun dan memeluk fajri sambil mengusap punggungnya pelan.

"Dia senyum umi, hiks." Umi menghela nafas dalam, bisa saja wanita yang di ceritakan fajri adalah ibunya sendiri, waktu itu dia masih gadis belia, sangat cantik dan begitu mirip dengan anak yang di peluknya sekarang.

"Udah gak papa, mungkin kangen pengen liat putranya yang sudah tumbuh dengan baik," ucap abi yang ikut duduk di sisi lain brankar, mereka duduk bertiga dengan abi yang mengelus rambut fajri lembut.

"Jadi itu beneran mami?" tangisnya mulai mereda, masih dalam pelukan umi fajri sedikit lebih tenang.

Belum satu menit anak itu tenang shandy sudah masuk di temani dokter juga suster, memeriksa fajri dengan teliti dan akhirnya menghela nafas bingung.

"Maaf, Pak Buk, apa pasien terlahir prematur?"

"Iya Dok, ibunya sudah meninggal waktu melahirkannya, karena beliau hamil ketika masih belia" jawab Abi yang membawa dokter sedikit menjauh dari ranjang, supaya fajri tak mendengar terlalu jelas.

"Begini Pak, saya khawatir akibat dari itu semua ada sedikit dampak buruk yang bisa terjadi."

Abi terkejut dan tak percaya, menatap bergantian dokter dan cucunya yang tengah berbicara dengan shandy, sedikit gelengan di berikan abi pada dokter.

FAJRI || UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang