14.

912 87 3
                                    

"Astaga! Ji, muka lo kenapa?" Fajri berdecak sebal, menyingkirkan tangan zweitson yang baru saja membolak-balikan wajahnya.

"Apaan sih?"

"Mata Lo kek panda, gak tidur lo semalem? ngapain aja?" tanya fiki, lelaki bongsor itu tengah mengikat tali sepatu di ruangan tempat mereka beristirahat.

"Emang iya? semalem gak bisa tidur mikirin pertandingan kita hari ini," jelas fajri, menggosok matanya yang sedikit sepat dan tak enak di buka.

"Ngapain di pikirin sih Ji, Lo sendiri kan bilang kalau dokter nyuruh lo buat gak banyak pikiran." Fajri menatap zweitson sengit, dia masih marah perihal zweitson yang tak mau menggantikan pemain cadangan mereka yang mendadak sakit.

"Kapan gue ke dokter? udah berapa bulan lalu, lagian gue gak pernah sakit lagi kok."

"Ngeyel banget si kepala batu! udah buka jaket Lo, bentar lagi pertandingan di mulai!" Sentak fiki kemudian menyeret kedua temannya ke arah lapangan, bergabung dengan teman satu timnya.

"Kok bokap gue gak dateng ya?" tanya fajri sambil celingukan mencari di mana kiranya ricky duduk, tapi nihil mata perihnya tak menemukan keberadaan ricky sama sekali, ia hanya tersenyum saat melihat kedua orang tua sahabatnya begitu antusias.

"Udah gak papa, mungkin papi Lo ada urusan mendadak, yang penting Lo liat, papa, mama, ayah sama bunda ada buat kalian!" Zweitson menunjuk di mana kedua orangtuanya juga fiki duduk sambil mengepalkan kedua tangannya menyemangati mereka.

"Iya Lo bener, ada atau tidaknya papi itu gak akan buat gue nyerah."

"Fajri, Fiki!" Coach indra mendatangi mereka yang masih di pinggir lapangan dekat tribun.

"Iya Coach!" jawab fajri serta fiki kompak, zweitson hanya mengangkat bahu acuh.

"Kita main pertama! Lawan Bina bangsa, tim SMA perwira di DO gak bisa mengjadiri acara hari ini! jadi silahkan persiapkan diri kalian!"

Fajri membulatkan mata begitupun fiki, Bina bangsa bukan lawan yang mudah, beberapa bulan lalu tim mereka kalah di pertandingan event kampus, sekarang main pertama lawan mereka, ahhh.

"Ya udah, kalian pergi sana! semangat! kalah menang udah biasa tapi perjuangan kalian akan luar biasa!" Kedua remaja itu meninggalkan zweitson yang tersenyum kecil, kemudian menghampiri orang tuanya di tribun.

"Telepon dulu aja Ji, mumpung masih ada waktu!" Ucap fiki yang melihat fajri yang melihat-lihat ke arah tribun, pasti menunggu ricky datang.

"Iya deh, lagian belum di kasih tahu pertandingannya lebih awal."

Fajri mengambil ponselnya di tas yang ia simpan di sisi lapangan, mencari no ricky dan mendialnya untuk terhubung ke telepon.

Sudaj tiga kali panggilan itu berakhir sama, nomornya aktif hanya saja tak di angkat sama sekali, begitupun andin yang ponselnya malah tidak aktif.

Anda
Pih, aji main pertama jam 10, papi dateng ya!

Aji nungguin, kali ini aja. Papi gak lagi sibuk seperti biasa kan?

Aji tunggu!

Setiap anak pasti ingin kehadiran orang tuanya juga di saat wali murid lain bisa hadir dan menyaksikan bakat mereka di lapangan.

"Gimana?" Fajri menatap fiki dengan senyum kecil, menggeleng pelan dan menyimpan ponselnya di tas, tanpa dirinya sadari pesan itu tak di lihat sama sekali oleh pemiliknya.

"Oke gays, apapun yang terjadi, poin utamanya kita harus kompak dan saling percaya!"

Gilang menatap fajri yang sedang memberi arahan, dia ingin membuat fajri kalah di pertandingan ini, tapi lawan mereka bukan sesuatu yang bisa di remehkan.

FAJRI || UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang