15. Pertama kali

994 102 15
                                        

Gilang duduk di atas brankar rumah sakit, kakinya cidera cukup parah hingga mengharuskan ia memakai gips, sang ayah berdiri angkuh di hadapannya sambil bersedekap dada.

"Sudah berkali-kali saya peringatkan Gilang, jangan terlibat urusan apapun dengan anak haram itu!" Dingin dan menusuk saat kata itu terlontar begitu saja dari paruh baya yang kini menatap anak bungsunya tajam.

"Nggak! aku bakal tetep dengan pendirian aku! Apapun alasannya bagaimanapun keadaannya mereka harus ngerasain gimana sakitnya aku selama ini!"

Pria itu menghela nafas dengan senyum remeh, mengalihkan pandangan dan menatap lurus keluar jendela ruangan yang luas.

"Apa yang kamu inginkan?"

"Biarkan aku tinggal di rumah itu!"

"KAMU GILA?!" Rafi tak habis fikir dengan jalan yang putra bungsunya ambil, bukan tentang tinggal di rumah itu tapi tentang bagaimana cara dia meminta maaf dengan kondisi yang masih membenci.

"Ayah tenang aja, aku gak bakal libatin ayah dalam hal ini! Ayah bisa fokus di luar negeri atau di manapun itu yang ayah mau, biarkan aku menyusun dan menjalankan rencanaku sendiri!"

Rafi memutar bola matanya, jengkel dengan kekeras kepalaan dua putranya yang mungkin juga menurun darinya.

"Baiklah! pastikan kamu akan baik-baik saja! Ayah gak mau sampai kehilangan kamu! Hubungi ayah jika perlu!"

Gilang tersenyum puas, ia bahagia bukan karena ucapan ayahnya tetapi karena rencananya akan segera berhasil setelah beberapa yang ia lakukan selalu gagal.

Rafi sendiri mengatakan itu karena tak mau sampai pewaris kekayaannya nanti harus pergi seperti putra sulungnya.

***
"Keren Bro!" Fajri hanya mengangkat salah satu sudut bibirnya hingga tersenyum tipis, membiarkan fiki kembali pada posisinya.

Menekan dada kirinya pelan berharap rasa tak nyaman yang bersemayam di sana segera enyah dan menghilang.

"Ji!" Dengan gesit kakinya berlari sambil mendribel bola, mengecoh lawan hingga berhasil memasukan bola ke dalam ring.

Poin di kuasai oleh tim SMA permata mandiri, hingga membuat sma bina bangsa merasa marah dan terbakar emosi, mereka sudah mengekuarkan serangan-serangan kecil yang tak orang lain sadari, tapi sepertinya serangan kali ini akan sedikit berbahaya.

'Keren banget! padahal tadi udah kek sekarat tapi main lagi staminanya gak ada lawan!"

Fajri berdecih sebal, ucapan tadi harus ia sebut pujian atau hinaan? kok bikin nyelekit dikit di hati.

Sorakan dan keta semangat terus kekuar dari kedua belah pihak pendukung, mereka tak henti berteriak menyemangati tim kebanggaan mereka.

Fiki sedikit berlari menerima lemparan bola dari naren, mendribelnya sambil mencari celah untuk melempar balik pada fajri yang telah siap di dekat garis lemparan.

Bola melambung tinggi dengan fajri yang siap menangkap, tetapi sial ia kehilangan keseimbangan saat seirang dari tim lawan menyenggol bahunya dengan keras.

'Brugh'

Tubuhnya terdorong dan jatuh menghantam sisi lapangan yang sedikit lebih tinggi, posisinya yang telungkup membuat dadanya terasa begitu nyeri.

Batuk ikut menyerang seiring pening yang ikut membuat telinganya berdengung, menyamarkan suara panik dan khawatir dari semua orang di sekitarnya.

'Ukhuk ... ukhuk'

"Aarggghh"

Ia mengerang kesakitan, tanganyya mencengkram dada yang terasa begitu nyeri dan membuatnya panik hingga kesulitan bernafas, sesak yang sudah ia rasa sejak tadi seolah menang dan semakin bertambah intens.

FAJRI || UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang