Matanya tetap terbuka seraya menatap kosong langit-langit ruangan berwarna putih yang begitu menyengat dengan bau antiseptik.
Fikirannya jauh melayang seolah sedang berada di suatu tempat yang jauh, ia masih kepikiran dengan mimpinya tadi, kejadian itu seolah nyata dan tak bisa ia lupakan begitu saja.
Terlebih umi, ia mungkin hanya samar mendengar tapi umi benar-benar memohon pada wanita yang melahirkannya untuk tidak membawanya pergi lebih dulu, apa mimpinya juga mimpi umi sama?
Ruangan ini tengah kosong hanya ada dirinya seorang, ketika membuka mata tadi, sudah tak ada seorangpun di sini, walau dirinya sedikit bersyukur karena mempunyai watu luang untuk berfikir sendiri, tetap saja keinginan untuk seorang hadir di sisinya sangat besar.
"Mami mau bawa aji?" tanyanya entah ada siapa, karena nyatanya hanya ada dirinya seorang.
"Kenapa gak jadi?"
"Aji cuma masih ragu meninggalkan mereka semua, tapi sekarang? mereka bahkan gak ada saat aji sedang butuh," keluhnya dengan helaan nafas lesu, menarik tangan agar mengusap dadanya yang sudah tak sakit lagi, hanya sedikit sesak tapi semuanya aman.
"Padahal mereka tahu kalau aji gak suka di tinggal sendirian, apalagi pas sakit begini."
Entah kemana perginya semua orang yang tadi memohon-mohon agar dirinya cepat sadar.
"Bagaimana keadaan fenly ya?" gumamnya penuh tanya, ingin tahu keadaan pemuda itu tetapi jangankan untuk bertanya ingin meminta tolong saja sekarang pada siapa?
"Pengen buang air kecil lagi." Bergerak gelisah dalam tempat tidurnya, rasa mendesak dari perutnya ingin segera di keluarkan sudah tak mungkin di tahan lebih lama, tapi apa mungkin dirinya sudah kuat jika harus ke kamar mandi sendirian?
Menekan tombol untuk memnggil suster, tetapi setelah beberapa kali pun tak ada seseorang muncul untuk membantunya.
"Coba aja lah," erangnya prustasi, mencoba duduk dengan susah payah, karena tubuhnya masih terasa lemas tak bertenaga.
Dengan seluruh kekuatan yang ia punya, fajri perlahan menginjakan kakinya yang terasa kebas dengan berpegangan pada tiang infus.
Setelah bersusah payah sendirian, akhirnya hajatnya tersalurkan, kembali berjalan dengan tertatih untuk kembali ke tempat tidurnya, sayang ketika tinggal tiga langkah lagi sampai kakinya tiba-tiba kram dan membuatnya mau tak mau kehilangan keseimbangan dan berakhir ambruk di dekat nakas, keningnya terlihat mengeluarkan darah karena tak sengaja mentok ke pinggiran nakas.
Dengan meringis perih, fajri masih bertahan duduk di sana dengan bersandar pada nakas yang di atasnya ada banyak barang miliknya, memijat kakinya yang perlahan normal kembali dan tersadar saat setetes darah menodai tangannya.
"Sssh ... pantesan perih," gumamnya seraya menyeka keningnya yang berdarah.
"Ini gak ada orang apa ya?"
Setelah di rasa tenaganya sedikit pulih, perlahan tapi pasti ia bangkit dengan berpegangan pada nakas dan tiang infusnya, setelah berhasil berdiri rasa pusing malah mendera kepalanya hingga pandangannya berubah gelap dan hampir saja jatuh lagi jika saja seseorang tak langsung memeluknya.
"Astaga!"
Setelah membantu fajri duduk di tempat tidurnya, orang yang tak lain adalah ricky itu menghela nafas pendek seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Mau kemana sih? kenapa gak minta tolong? Ha? gimana kalau tadi jatoh?" omel ricky karena masih terkejut dengan kejadian tadi, jika dirinya tak buru-buru datang, mungkin saja fajri sudah jatuh dan menghamburkan semua yang berada di nakas.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAJRI || UN1TY
Ficção AdolescenteMasih adakah tempat untuknya di sini? *pranormal #1 fenly (10-16 juli 2022) #1Brothersick (1 juni - 9 juli 2022) #4 Brothersick (10-16 juli 2022) #30 Fajri (10-16 juli 2022) #12 UN1TY (26 juli 2022-