17. Pernyataan

889 88 5
                                        

"Ish Fik! fikii! pelan napa sakit tau!" fajri berteriak saat fiki yang sedang saling dorong dengan zweitson tak sengaja menindihnya, membuat sedikit rasa nyeri kembali dia rasakan.

"Sorry, si soni tuh! dorong-dorong," rengek fiki tak ingin di salahkan apapun alasannya.

"Yee ... dasar bocah! dah salah gak mau ngaku!"

"Udah ah diem!"

"Kalian bisa gak jangan bicara keras-keras? gue mau tidur ke ganggu terus," ucap fenly yang merasa tak bisa tidur karena ulah tiga bocah yang sayangnya seumuran dengan dirinya.

"Tidur ya tidur aja, lagian siapa suruh satu ruangan sama sahabat gue!" Ok, sepertinya zweitson masih dendam dengan fenly di masa lalu, belum terima jika sekarang fenly jauh lebih baik.

"Udah Son, elah orangnya lagi sakit gak usah di ajak ribut!" Lerai fajri yang tak ingin suasana menjadi aneh usai mereka berdebat.

"Gak seru ah, sekarang Lo lebih belain dia!" desah fiki kemudian beralih tempat duduk yang tadinya di kursi samping brankar pindah membuntuti zweitson ke sofa.

"Bodo amat Fik, bodo!"

Ruangan itu kini hening hanya ada suara dari ponsel fiki dan zweitson yang sedang bermain game online, fenly sudah jatuh tertidur sejak tadi.

Sedangkan fajri, sepertinya ada suatu hal yang mengganggu pikirannya, sedari tadi yang di lakukannya adalah menatap kosong ke luar jendela dengan tangan yang tak henti memilin selimut.

'Masih jadi beban, kenapa selama ini papi gak mau ngasih tahu keluarganya?'

'Berkali-kali nanya pun, papi selalu mengalihkan pembicaraan jika tentang orang tuanya.'

'Ya mungkin ada alasan di balik itu semua, tapi gue penasaran apa coba yang buat dia selama enam belas tahun gue hidup belum pernah nemuin sekalipun!'

'Hah, mikirinnya aja udah runyam begini!"

"Aji!"

"Hah?"

Fajri terkesiap saat seseorang mengguncang lengannya, rasa nyeri langsung menjalar dari pusatnya tapi ia coba menahan saat tahu yang datang adalah abangnya, Shandy.

"Bang Shan!" Kedua anak itu saling berpelukan melepaskan rasa rindu, ternyata fajri tak sekuat itu jika harus lama tak bertemu shandy.

"Lo udah baik-baik aja kan?" tanya shandy setelah melepas pelukannya, mengacak surai hitam ponakannya itu dengan tatapan yang cemas.

"Gue ok, Lo kemana aja sih Bang? gue udah dua hari di sini gak ada dateng, udah gak peduli lagi?"

Shandy terkekeh pelan, meniup mata fajri saat melihat ada kaca bening meliputinya di sana, shandy juga rindu dengan bocah nakal di hadapannya ini, tapi apa boleh buat dirinya juga sakit kemarin bahkan sekarangpun dia memaksakan diri ke sini.

"Ciee kangen ya?"

"Ish apa sih, gak usah pegang-peg_ loh, tangan Lo anget gini masih sakit ya?!"

Fajri urung menyingkirkan tangan shandy yang menggenggam tangannya saat ada rasa hangat yang terhantar dari tangan shandy.

"Abang Lo bandel Ji, udah gue larang buat ke sini, ngeyel banget! Asal Lo tahu semalem dia deman tinggi sama kekurangan cairan, di infus dia!"

Fajri menanatap mata shandy yang juga menatapnya, ia memalingkan wajah tak ingin melihat shandy.

"Ji, jangan marah dong!"

"Gue gak suka ya kalo orang susah di kasih tau!"

'Gak inget diri sendiri kayaknya!' Batin fiki yang sama seperti apa yang zweitson pikirkan saat ini.

FAJRI || UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang