4. Basket

1K 96 4
                                    

Ketika mentari bersinar hangat, saat itu juga fajri melajukan motor sport hitamnya dengan kecepatan sedang.

Menyusuri jalanan yang mulai ramai pengendara, menuju sekolah Permata Mandiri tempatnya menuntut ilmu.

Tak memakan waktu lama, fajri sampai di parkiran sekolah, merapikan rambutnya kemudian turun dari motor dan menginjakan kaki di koridor sekolah.

"Gak tau lagi, makin hari makin ganteng aja!"

"Cerahnya kayak masa depan gue!"

"Aji! ya ampun bisa di kurangin gak gantengnya! aku diabetes niih!"

"AJI!"

Di antara teriakan kaum hawa di sepanjang koridor hanya panggilan terakhir yang ia pedulikan. Suara yang sudah tak asing lagi, lelaki bongsor yang sudah lama menjadi sahabatnya.

"Tungguin napa!" Fiki terengah sembari menjajarkan langkah mereka, fajri hanya tersenyum tipis dan melanjutkan perjalanan.

"Gak bareng soni?"

Fiki menggeleng tak bersuara, rumah fiki dan zweitson itu satu komplek, tapi ya itu zweitson lebih suka datang siang mepet dengan bel masuk.

Sampai di kelas keduanya duduk di bangku masing-masing, meskipun bersebelahan bangku dan meja mereka terpisah, meja kecil yang hanya cukup satu orang.

"Ji istirahat sabi lah main basket!"

Sedikit berfikir kemudian menjitak kepala fiki gemas, fajri menggeram kesal.

"Setelah istirahat ada penjas, nanti aja sekalian!"

"Ya gak usah jitak kepala gue juga, masih berfungsi ini." Mengusap kepalanya yang sedikit ngilu akibat ulah fajri, fiki manyun sambil memikirkan sesuatu.

"Kalau seandainya Lo punya mami, jangan lupain Mama ya?" Fajri yang hendak merebahkan kepalanya di atas bantalan tangan kembali terkesiap dan menatap fiki aneh.

"Lo kenapa sih? abis obat Lo?!"

"Ya siapa tau aja kan, Lo udah ngerasain punya mami dan ngelupain mama sama bunda?"

Mama itu ibunya fiki, mereka serempak memanggilnya begitu biar ngerasain punya banyak mama apalagi fajri yang belum pernah ngerasain sama sekali.

Sedangkan bunda, sebutan untuk mamanya zweitson, namanya Bunda Airin, wajahnya cantik dan orangnya penyayang. meskipun jauh dari umur ayahnya fajri tapi wanita itu tetap cantik dan menawan.

"Ya gak mungkin lah, doain aja. semoga mami gue gak kayak adeknya."

"Maksud Lo apa?"

Keduanya kompak menoleh ke arah pintu, di sana fenly berdiri dengan wajah menahan amarah.

"Apaan?"

"Mau jelek-jelekin kakak gue? silahkan kalau lo bisa ngalahin gue!" fenly mendekat dengan tampang angkuh, di ikuti gilang di belakangnya.

"Manusia aneh!" umpat fajri santai, merasa tak terpancing sedikitpun dengan hadirnya sosok fenly.

"Gue tantang tanding basket pas pelajaran olahraga nanti!"

"Ada gue jangan harap kalian menang!" Gilang ikut tersenyum miring dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Mereka sebenernya ke sini cuma buat itu? kurang kerjaan banget dah."

Setelah kepergian fenly dan gilang, zweitson muncul bersamaan dengan bel masuk yang berbunyi.

"Si fenly ngapain lagi? nyari masalah?"

FAJRI || UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang